Jumat, 09 Desember 2011

Tahkimus Syari’ah, Kewajiban yang Dibenci Munafik


Email Cetak PDF

Suatu hari dua orang mendatangi Rasulullah saw. Konon, mereka sedang bersilang pendapat terhadap suatu perkara. Keduanya ingin Rasulullah saw memutuskan perselisihan antar keduanya. Akhirnya Rasulullah saw memutuskan kasus itu dimenangkan oleh salah seorang dari keduanya. Yang kalah tidak terima, “Saya tidak rela.” Katanya. “Terus, kamu mau apa..?” Yang satu balik bertanya. Yang kalah menjawab, “Kita ke Abu Bakar, meminta keputusan dari beliau.” Lalu keduanya bertolak ke Abu Bakar, yang memenangkan kasus berkata, “Kami sudah meminta keputusan dari Rasulullah saw dan beliau memenangkan aku.” Abu Bakar menjawab, “Kalian harus menerima keputusan Rasulullah saw.” Yang kalah tidak terima, “Mari kita minta keputusan ke Umar bin Khattab.” Pintanya.
Keduanya pun bertolak ke rumah Umar. Sesampai di rumah Umar, disampaikan ke Umar keputusan Rasulullah saw dan Abu Bakar  serta ketidakrelaan rivalnya terhadap keputusan tersebut. Begitukah,”  guman Umar, lalu beliau masuk ke dalam rumahnya, tidak lama kemudian, beliau keluar dengan membawa pedang yang terhunus. Lalu Umar memenggal kepala orang yang tidak ridho terhadap keputusan Rasulullah saw. maka turunlah surat an-Nisa ayat 65 yang membenarkan tindakan Umar ra. (Ibnu Katsier, 2/351-352)
Berhukum kepada hukum Allah, Syarat Sah Iman
Sekilas apa yang tercantum dalam kisah di atas sungguh biadab. Hanya tidak mau menerima hukum Rasulullah saw. Seseorang bisa dipenggal. Sebenarnya permasalahannya tidak sesederhana itu, tetapi ini adalah perkara iman. Bukti ketundukan kepada hukum Allah swt dan bukti ketaatan kepada Rasulullah saw.
Allah swt berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Menafsirkan ayat ini, Syaik As-Sa’di rhm berkata, “Mengembalikan semua perkara kepada hukum Allah dan RasulNya adalah syarat (sah) iman. Ini menunjukkan bahwa siapa saja yang tidak mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Allah dan RasulNya, pada hakekatnya ia tidak beriman kepada Allah, tetapi beriman kepada thoghut” (Tafsir as-Sa’di, 1/183)
Saat menafsirkan surat at-Taubah ayat 31 syaikh As-Syanqithi rhm berkata, “Dari ayat ini dapat dipahami dengan gamblang, tidak ada kesamaran bahwa siapa saja yang mengikuti syari’at setan dan mengutamakannya dari apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, maka dia telah kafir kepada Allah dan menjadi abdi setan. Dia telah mengangkat setan sebagai rabbnya. Walau dia mengistilahkan ibadahnya kepada setan itu dengan nama lain.” (Adhwa’, 1/476)
Kedudukan berhukum kepada hukum Allah swt.
a.    Dari Sisi Dien
Allah swt telah menjelaskan dalam banyak ayat, bahwa hak untuk menetapkan hukum dan aturan hanyak milik Allah semata. Tidak pernah diwakilkan kepada manusia. Dan seluruh manusia diwajibkan untuk berhukum kepada hukum Allah swt.
Allah swt berfiman,
Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak beribadah kepada selain Dia. Itulah din yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Yusuf: 40)
Ibnu Hazm al-Andalusi rhm berkata, “Tidak ada perbedaan antara memperbolehkan perundang-undangan, seperti; mewajibkan, atau mengharamkan, atau membolehkan  sesuati dengan akal, padahal tidak ada nash dari Allah dan rasulNya tentang itu, dengan membatalkan (mengingkari) aturan Allah yang disyari’atkan lewat lisan rasulNya dengan akal. Orang yang membedakan antar keduanya adalah berdusta. Keduanya sama-sama kafir.” (al-Ihkam, 6/31)
b.    Dari sisi tauhid rububiyah
Di antara tuntutan tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah swt dalam hukum dan tadbir (mengatur). Tauhid rububiyah tidak akan terealisasi dengan baik kecuali dengan mengesakan Allah dan mengakui hak Allah dalam mencipta, memerintah dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
Allah swt berfirman,  “Ingatlah, (hak) menciptakan dan memerintah hanyalah milik Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.” (al-A’raf: 54)
Oleh karena itu Allah swt menamakan orang yang mengikuti aturan selain yang diturunkan olehNya dengan orang-orang yang mengangkat arbab (rabb/tuhan) selain Allah swt (nawaqidh al-iman, hlm. 298).
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh  beribadah kepada rabb yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (at-Taubah: 31)
c.    Dari sisi tauhid uluhiyah
Sebenarnya inti dari berhukum kepada hukum Allah swt adalah mengesakan Allah swt dalam alitho’ah (ketaatan). Sedangkan ketaatan bagian dari tauhid uluhiyah, karena ia bagian dari ibadah, maka tidak boleh diperuntukan kepada selain Allah swt (Q.s Yusuf:40).
Dalam ayat lain Allah swt berfirman,  “Dan Dialah Allah, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah (hak menentukan) hukum  dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”  (al-Qashos:70)
Di antara tuntutan bertauhid kepada Allah swt dalam uluhiyah adalah mengakui bahwa hak menghalalkan dan mengharamkan adalah hak Allah swt semata. Tidak boleh diklaim dan direbut oleh siapapun. Jika mengakui, selain Allah swt memiliki kewenangan untuk menghalalkan atau mengharamkan berarti ia telah berbuat syirik.  Sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat at-Taubah ayat 31 di atas.
Memberikan hak ketaatan mutlak kepada Allah swt, mentauhidkanNya dalam hukum dan ketundukan yang penuh kepada syari’atNya merupakan inti keislaman seseorang.
Ibnu Taimiyah rhm berkata, “Kandungan Islam adalah ketundukan kepada Allah semata. Barangsiapa yang tunduk kepada Allah, juga tunduk kepada selain Allah swt, maka ia musyrik. Siapa yang tidak tunduk kepada Allah, berarti ia orang yang angkuh untuk beribadah kepadaNya. Orang musyrik dan angkuh kepadaNya, keduanya kafir.” (Majmu’ Fatawa, 3/91)
Syaikh asy-Syanqithi, “Mensyirikkan Allah swt dalam berhukum dan mensyirikkan Allah swt dalam beribadah, tidak ada bedanya sama sekali. Orang yang mengikuti aturan selain aturan Allah dan mengikuti undang-undang selain undang-undang Allah. Ia seperti penyembah arca dan berusujud kepada patung. Sama sekali tidak ada perbedaan antar keduanya. Status mereka sama; sama-sama musyrik.” (Adhwa’ul Bayan, 7/162)
d.    Dari tauhid ittiba’
Maksudnya adalah merealisasikan pengakauan syahadat rasul (asyhadu anna muhammadan rasulullah), bahwa beliau adalah manusia yang wajib ditaati oleh seorang muslim. Tuntutan tauhid ittiba’ adalah menjadikan aturan rasulullah saw satu-satunya rujukan dalam berhukum, pasrah, tunduk dan menerima secara totalitas syari’at yang dibawa oleh beliau saw (Nawaqidh, hlm. 302).
Allah swt berfirman
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisa’:65)
Menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir rhm berkata, “Allah swt bersumpah dengan dzat dirinya yang suci nan pemurah, bahwa seseorang tidak beriman hingga menjadikan rasul saw sebagai pemutus perkara dalam seluruh perkara.” (Ibnu Katsir, 3/211)
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menjelaskan ayat ini, “Allah bersumpah dengan diriNya yang suci…bahwa makhluk (manusia dan jin) tidak dianggap beriman, hingga menjadikan rasulNya sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan; ushul maupun furu’…bahkan berhukum saja belum cukup menjadikan mereka orang-orang beriman hingga mereka menerima keputusan itu dengan senang hati, tidak kecewa suka rela. Bahkan, mereka tidak beriman hingga mereka menerima hukum tadi dengan penuh kerelaan, tunduk dan pasrah terhadap keputusannya, serta tidak menggugatnya sama sekali.” (at-Tibyan, hlm. 270)
Jika rasulullah saw telah meninggal maka keputusan dan hukum harus dikembalikan kepada syari’at yang beliau bawa (Tafsir As-Sa’di, hlm. 183).
Munafik Berhukum Kepada Thoghut
Ada sebagian kelompok manusia yang mengklaim sebagai orang-orang beriman, mempermainkan Allah dalam masalah hukum. Mereka bukannya berhukum kepada hukum Allah tetapi justru berhukum kepada thoghut. Mereka ini adalah para munafikin.
Allah swt berfirman
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (an-nisa’: 65)
Dalam tafsirnya, almanar, Muhammad Rasyid ridho berkata, “Ayat ini menegaskan bahwa siapapun yang menghalangi dan berpaling dari hukum Allah dan rasulNya dengan sengaja, apalagi setelah ia diingatkan dan dijelaskan tentang, maka sungguh ia orang munafik. Klaim keimanannya tidak dianggap. Pengakuan islamnya pun hanya sekedar klaim (dusta).” (Tafsir al-Manar, 5/227)
Maksud berhukum kepada thoghut dalam ayat  ini adalah berhukum kepada selain syari’at Islam, yang diundangkan dan ditetapkan secara bathil. Bertentangan dengan syari’at Allah swt. Bisa berupa adat istiadat, budaya atau undang-undang negara.
Ibnu katsir rhm, berkata, “Sungguh ayat ini –annisa’:65- mencela setiap orang yang berpaling dari (hukum yang ada dalam) kitab Allah dan Sunnah rasulullah saw, sebagai gantinya, ia berhukum kepada selain keduannya, yang bersumber dari sesuatu yang bathil. Inilah yang dimaksud dengan thoghut dalam ayat ini.” (Ibnu Katsir, 2/346)
Pemaparan para ulama diatas cukup gamblang; siapa saja yang berhukum kepada selain syari’at Islam maka ia berhukum kepada thoghut. Dan hukum thoghut adalah segala hukum yang menyelisihi syari’at Allah. Wallahu a’lam bish showab.* (Mas’ud)

Kirab Resolusi Jihad PBNU


Email Cetak PDF
Perjalanan yang diadakan sebagian warga Nahdlatul Ulama (NU) yang juga didukung Jam'iyah Ahli Thariqat Mu'tabarah An-Nahdliyah, PP Fatayat NU, PP Saburmusi, PP IPNI, PP IPPNU, LPSNU Pagar Nusa sungguh meriah. Acara itu mengambil tema Kirab Resolusi Jihad yang akan di mulai dari Surabaya ke Jakarta.
Perjalanan kirab direncanakan selama lima hari, melintasi 31 kota. Mulai dari Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, Rembang, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Bekasi, Jakarta Timur, Tugu Proklamasi, Kantor PBNU di Jakarta Pusat dan akan diserahkan kepada Presiden RI.
Ketua PBNU KH. Said Aqil Siradj yang membuka kirab menuturkan “Para ulama dan kyai saat zaman penjajahan sering berkumpul hingga mengeluarkan fatwa bahwa warga Nahdliyin hukumnya ‘fardhu ain’ untuk membela Tanah Air,” ujarnya seusai memberangkatkan Kirab Resolusi Jihad di PCNU Surabaya, Jalan Bubutan,Surabaya.
Sementara Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar mengatakan, melalui kirab ini, warga Nahdliyin ingin mengabarkan ke seluruh negeri bahwa Resolusi Jihad tidak lagi hanya menjadi peristiwa sejarah yang terpendam. Namun, kirab ini merupakan ikhtiar dan sekaligus seruan agar Resolusi Jihad harus diperingati setiap tahun untuk mengenang sejarah dan meneladani perjuangan ulama dan kyai NU dalam mempertahankan bangsa,negara,dan agama dari ancaman musuh.
“Kirab ini juga bertujuan memberikan pesan kuat kepada generasi sekarang agar mentransformasikan jihad di era globalisasi, dengan berjihad membangun negeri, menghadirkan kesejahteraan, menebarkan rasa aman dan kedamaian,”terangnya.
Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimnpulkan bahwa bahwa kirab ini bertujuan mengingatkan kembali peran jihad bagi kemerdekaan. Misalnya, bagaimana seorang Hasyim Asy’ari yang mampu menumbuhkan semangat Jihad di kalangan masyarakat NU. Pekik takbir kala itu membuat banyak umat Islam menerima sambutan Hasyim Asy’ari.
Jihad, yang mengandung makna perang, sesuai dengan apa yang di songsong pendiri NU tersebut, mampu menggentarkan musuh Islam kala itu. Tidak sedikit dari umat Islam yang syahid, yang dengan itu mengantarkan kemerdekaan Indonesia. Dari situ, kita bisa mengambil pelajaran, kalau ternyata kemerdekaan itu perlu tumbal. Tak hanya diplomasi, waktu dan harta, namun juga jiwa raga.
Ahmad Dhani Lepas Kirab
Sayang, nuansa acara yang seharusnya sacral tersebut, agak ternoda oleh hadirnya Ahmad Dhani. Pentolan grup musik Dewa-19 sekaligus manajer Republik Cinta itu bahkan menjadi salah satu tokoh yang melepas kirab. Entah bagaimana, sebuah kirab tentang resolusi jihad yang seharusnya memiliki makna agung dan suci, harus dilepas keberangkatannya oleh manajer organizer artis bernama Republik Cinta itu.
Apalagi, sepak terjangnya selama ini dipandang cukup kontroversial, baik dari sisi akhlak maupun akidah. Gaya hidup hedonis dengan bergonta-ganti wanita, mungkin dianggap lumrah dilakukan seorang artis seperti Dhani. Namun, Dhani sepertinya tak hanya artis. Ada muatan ideologis tertentu dalam beberapa tampilannya. Seperti karpet untuk pentas yang bertuliskan lafdzul jalalah (Allah), atau statemennya bahwa Islam yang dianutnya adalah Islam Gusdur. Sejak kapan Gus Dur naik status menjadi Nabi menggantikan Muhammad SAW?
Yang paling ramai dibicarakan banyak orang adalah kelekatan Dhani dengan simbol-simbol Yahudi. Di You Tube, misalnya, banyak dipapar bukti-bukti simbolisasi Yahudi dalam setiap perhelatan Laskar Cinta.

Ada Apa dengan Kirab Jihad?
Selain Ahmad Dhani, pelaksanaan Kirab Resolusi Jihad yang dihelat PBNU ini juga menggelitik 1001 pertanyaan. Dalam sebuah pernyataannya, Cak Imin mengatakan maksud diadakan kirab ini ingin mengingatkan bangsa ini pada sejarah jihad yang dibangun oleh para ulama NU dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. " Saat itu, terang Muhaimin, Rais Akbar NU, KH Hasyim Asyari, bersama kiai-kiai besar NU lainnya telah menyerukan jihad fi sabilillah," tegas Muhaimin sebagaimana dikutip dari republika.co.id.
Selama ini, NU masa kini dikenal sebagai gerakan agama yang anti terhadap hal-hal yang berbau jihad. Lihatlah bagaimana Densus 99, sebuah organisasi plagiat yang ingin turut serta mencicipi kue anti-teror, lahir dari rahim NU. Atau bagaimana Banser menjadi garda terdepan dari kelompok sipil dalam pengamanan obyek-obyek keagamaan non-Islam dari ancaman terorisme.
Padahal, jihad yang dipaparkan Cak Imin di muka dan aksi terorisme memiliki kesamaan: penggunaan kekerasaan dalam memperjuangkan cita-cita. Jelas, sebuah manuver yang tidak lazim dan menggelitik berjuta tanya. Atau, bagi penggagas kirab ini, mungkin ada perbedaan antara kata-kata jihad dan teror.  Ini pun bisa menjadi blunder bagi NU selaku organisasi agama yang menentang penggunaan kekerasan, apalagi tanpa disertai detil-detil bagaimana mentransformasi jihad dari gerakan bersenjata di zaman kemerdekaan menjadi perjuangan mengisi kemerdekaandi masa kini.
Mungkinkah kirab ini menjadi salah satu ragam acara menyambut gong deradikalisasi yang ditabuh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teror)? Melihat karakter khas NU masa kini, kemungkinan itu tetap ada. Tujuannya, mengalihkan focus masyarakat terhadap terminologi jihad. Sekaligus mempersempit bahwa jihad hanya ada sebelum NKRI berdiri. Setelah NKRI eksis—bagaimana pun statusnya—tak ada lagi jihad. Setiap gerakan menentang pemerintah harus dilawan dengan terminologi jihad pula.
Terakhir, hadirnya Cak Imin sebagai Ketum PKB yang banyak mendominasi acara ini, menyiratkan satu pesan politis. Maklum, meski masih digelar 2014, banyak partai sudah pasang kuda-kuda untuk menyambut Pemilu. Bila memang ini yang terjadi, teori pencitraan sedang dibangun oleh PKB dengan memanfaatkan sentiment ke-NU-an.
Jadi, apapun motif penyelenggaraan Kirab Resolusi Jihad, tidak akan mampu mengubah status jihad sebagai anak kandung ajaran Islam. Kita berdoa, semoga PBNU selaku penggagas kirab ini benar-benar tulus mensosialisasikan jihad sebagai bagian ajaran Islam. Bila tidak, apapun usaha untuk mencabut jihad dari umat ini akan berakhir sia-sia belaka.  (Bambang)

SBY Ingkar Janji Kepada Rakyat Gaza

Ungkapan itulah yang disampaikan dr Jose Rizal ketua MER-C saat memberikan keterangan di acara Bedah Buku Jalan Jihad Sang Dokter yang ditulisnya bersama Rita T Budiarti. Ahad (4/12) di Masjid Agung Solo. Selain dr Joze Rizal tampak juga dr Sunardi ketua Hilal Ahmar yang diundang sebagai pembicara pada acara tersebut. “Saya beranikan kirim surat ke Presiden SBY dan mengatakan bahwa Bapak tidak konsisten. Sebab dulu saat bertemu dengan Mahmud Abbas Presiden Palestina berjanji untuk membantu pendirian rumah sakit di Gaza. Namun pada kenyataanya tidak pernah direalisasikan” Ungkap dr Jose Rizal.
Keberanian MER-C untuk mewujudkan sebuah rumah sakit di Gaza patut diberikan apresiasi yang luar biasa. Bagaimana mungkin sebuah kota kecil yang menjadi penjara dunia karena blokade zionis israel bisa didirikan sebuah Rumah Sakit. Namun kenyataannya keinginan yang dahulu dikatakan sebagian menteri Indonesia hanya sebuah khayalan kini terlaksana. Rumah sakit yang berdiri di Gaza Utara menempati lahan seluas 165 hektar dan bangunannya jika dilihat dari atas berbentuk segi delapan. Hampir sebagian besar arsitek yang mendesain rumah sakit tersebut adalah putra terbaik Indonesia. Bahkan untuk menghindari serangan peluru seluruh temboknya dibuat dari cor beton yang mempunyai lebar 30 cm. “Harapanya jika diserang lewat senapan tidak tertembus ” Ujar dr Jose Rizal.
Sampai sekarang pembangunan Rumah Sakit Indonesia mencapai 30 % itu baru bangunan fisik belum infrastruktur lainnya. Dan anggaran 30 milyar untuk membangun Rumah sakit tersebut sudah siap. Namun untuk pembangunan fasilitas lain seperti instalasi elektronik, air dan lainnya MER-C belum memegang dana. Untuk itulah lewat acara bedah buku semacam ini mengharap umat Islam untuk bisa terketuk hatinya dan mau menyisihkan rezekinya untuk pembangunan Rumah Sakit Islam di Gaza. Melihat desain kontruksi yang tidak umum Menteri Kesehatan Gaza sampai terkagum melihat perancanaan dari pembangunan Rumah Sakit tersebut.
Saat ada peserta yang bertanya “Bagaimana jika nantinya rumah sakit itu sudah berdiri tetapi zionis israel langsung menghancurkan ?” dengan enteng dr Jose Rizal langsung menjawab” Jangan salahkan kalau rakyat Indonesia marah dan muncul Imam Samudra - Imam Samudra lain. Aneh kita berbuat baik untuk kebaikan tetapi dihancurkan maka jangan salahkan kalau israel juga akan diserang “
Di akhir acara dr Jose Rizal Jurnalis memberikan saran kepada semua yang ingin berkiprah di kegiatan sosial dan berjuang untuk membantu sesama yaitu tidak terlalu takut memikirkan semua hal. Sebab jika itu dilakukan akan membebani niatan seseorang. Cukup merencanakan menganalisa dan berangkat. “Kita pasrahkan semuanya karena Allah…” Pesannya kepada para peserta yang sebagian adalah mahasiswa kedokteran. Fujamas.net

Shalat Gerhana Bulan Dan Shalat Gerhana Matahari


Siraaj
Kamis, 8 Desember 2011 21:32:39
Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu didasarkan pada dalil berikut ini.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]
Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut kesepakatan ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga dengan perintah untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2] .Wallaahul Muwaffiq.
SIFAT DAN JUMLAH RAKAA’AT SHALAT KUSUF
Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf
Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ Ash-Shalaatu Jaami’ah”.
Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]
Kedua : Jumlah Raka’at Shalat Kusuf
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pendek dari ruku pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”
Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.
Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. Beliau menjawab.
“Artinya : Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu” {Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]
Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]
Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf
Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan empat sujud.” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]
At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul Fithi dan Idul Adha serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam shalat sunnat [9]
Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq
Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.
Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.
[1]. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah”
[2]. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.[11]
[3]. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, “Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau. [12]
Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu Raka’at.
Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.
Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.
Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]
Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam
SHALAT GERHANA BULAN SAMA DENGAN SHALAT GERHANA MATAHARI
Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari. Hal tersebut didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”.[14]
Dapat saya katakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pernah mengerjakan shalat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas lagi gamblang. Wallahu ‘alam
Ibnu Mundzir mengatakan : “Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari” [15]
[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
_________
Foote Note
[1]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Ash-Shadaqah fil Kusuuf (hadits no. 1044). Dan redaksi di atas adalah miliknya. Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf (hadits no. 901)
.
[2]. Lihat sekitar Dalalaatul Itqiraan, kapan waktu muncul, kapan muncul kelemahannya, dan kapan pula keduanya sama . Badaa’iul Fawaa’id (IV/183-184)
[3]. Fathul Baari (II/533) dan Masuu’atul Ijmaa (I/696)
[4]. Syarhul Umdah, karya Ibnu Daqiqil Ied (II/135-136). Dan juga kitab Fathul Baari (II/533).
[5]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab An-Nidaa bish Shalaati Jaami’ah fil Kusuuf (hadits no. 1045). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Dzikrun Nidaa bi Shalaatil Kusuuf : Ash-Shalaatu Jaami’ah, (hadits no. 910). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/178)
[6]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatil Kusuuf Jama’atan, (hadits no. 1052), dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Maa ‘Aradha Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Shalaatil Kusuuf min Amril Jannah wan Naar, (hadits no. 907). Dan lihat kitab. Jaami’ul Ushuul (VI/173).
[7]. Dan termasuk terjemahan Al-Bukhari di dalam (Kitaabul Kusuuf, bab Khuthbatul Imam fil Kusuuf), Aisyah dan Asma Radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah…” Selanjutnya, dia menyitir hadits Aisyah di atas, Fathul Baari (II/533-534)
[8]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, di antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Al-Jahr bil Qiraa’ah fil Kusuuf, (hadits no. 1065) dan lafazh diatas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf, (hadits no. 901). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/156).
Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya, tanpa memberi isyarat kepada riwayat ini.
[9]. Sunan At-Tirmidzi (II/448 –tahqiq Ahmad Syakir).
[10]. Lihat ungkapan Asy-Syafi’i dan dalilnya di dalam kitab Al-Umm (I/243). Juga pembahasan dalil-dalilnya serta penolakan terhadapnya di dalam kitab, Fathul Baari (II/550)
[11]. Dari terjemahan Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab Shalaatul Kusuuf Jamaa’atan. Dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menjadi imam untuk shalat mereka di pelataran zam-zam. Ali bin Abdullah bin Abbas mengumpulkan (orang-orang). Dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun shalat …”. Kemudian dengan sanadnya dia menyitir hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma terdahulu.
Pendapat yang mensyariatkan shalat kusuuf dengan berjama’ah adalah pendapat jumhur. Sekalipun imam tetap tidak hadir, maka sebagian mereka boleh menjadi imam atas sebagian lainnya. Lihat kitab Fathul Baari (II/539-540).
[12]. Dari terjemah Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya : Bab : Shalatul Kusuuf fil Masjid. Di dalamnya dsiebutkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha di atas dengan riwayat yang didalamnya terdapat ucapannya : “Kemudian pada suatu pagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraan, lalu terjadilah gerhana matahari. Kemudian beliau pulang kembali pada waktu Dhuha, maka beliau pun berjalan di antara rumah-rumah isteri beliau …. (hadits no. 1056).
Di dalam kitab Fathul Baari (II/544), dalam mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan : “Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan bahwa shalat kusuf ini dikerjakan di masjid, tetapi hal tersebut disimpulkan dari perkataan Aisyah : “Lalu beliau berjalan di dekat rumah-rumah para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang menempel pada masjid. Dan shalat kusuf di masjid ini telah dinyatakan secara gamblang dalam sebuah riwayat Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Sa’id, dari Umrah yang ada pada Muslim (saya katakan : “Hadits no. 903) Dan lafazhnya adalah sebagai berikut :” Kemudian aku keluar di antara para wanita di depan rumah isteri-isteri Nabi di masjid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan turun dari binatang tunggangannya hingga akhirnya sampai ke tempat shalat yang beliau mengerjakan shalat di sana”.
Dapat saya katakan, dan yang lebih jelas dari itu adalah apa yang terdapat dalam hadits Aisyah terdahulu, yang ada pada Muslim, pada no. 901 Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : “Pada masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau..”
[13]. Hadits shahih. Diriwayatlkan oleh Al-Bukhari sebagai kata pembuka dengan lafazh ini di dalam Kitaabul Buyuu’ bab An-Najasy, Fathul Baari (IV/355). Dan diriwayatkan secara bersambungan di dalam Kitabush Shulh, bab Idzaa Ishtalahu ‘alaa Shulhi Juurin fa Shulhu Marduud, dengan lafazh : “Barangsiapa membuat suatu hal yang baru dalam perintah kami ini, yang bukan darinya, maka dia tertolak”. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Uqdhiyah, bab Naqdhul Ahkaam Al-Baathilah wa Raddu Muhdatsaatil Umuur, (hadits no. 1718). Dan lihat juga kitab, Jaami’ul Ushuul (I/289)
[14]. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya, dimana ia merupakan bagian dari hadits Aisyah mengenai shalat kusuf yang disebutkan di awal pembahasan
[15]. Al-Iqnaa, kartya Ibnul Mundzir (I/124-125)

Sumber: alhamnhaj site

The great story about Syaikh Usamah bin Ladin: Hari-hari bersama sang Imam (2/tamat)

Saif Al Battar
Rabu, 30 November 2011 20:51:50
(Arrahmah.com) – Syaikh Dr. Aiman azh-Zhawahiri hafizhahullah, pemimpin umum tanzhim Al-Qaeda, kembali menceritakan pengalaman berharga yang penuh hikmah selama mendampingi syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah. Banyak sisi kemanusiaan syaikh Usamah yang diangkatnya.
Di antaranya, bagaimana syaikh Usamah mendidik anak-anak beliau sebelum dan selama kecamuk invasi salibis internasional bulan Oktober 2001 sampai saat beliau syahid di Pakistan? Bagaimana kelembutan hati dan kasih sayang syaikh Usamah kepada sesama muslim? Inilah lanjutan terjemahan video syaikh Dr. Aiman azh-Zhawahiri berjudul ‘Ayyamun ma’a al-Imam’ yang dirilis oleh Yayasan Media as-Sahab pada tanggal 20 Dzulhijah 1432 H/16 November 2011 M.
***
Kejadian yang juga saya ingat pada kesempatan ini, yang saya ketahui dan mungkin tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Semua orang melihat ketika sang singa Islam, Syaikh Usamah bin Ladin, meraung dengan meneriakkan: Amerika sekali-kali tidak akan bermimpi aman, beliau mengancam Amerika dan mengancam Bush, mungkin orang tidak tahu bahwa beliau adalah orang yang sangat kasih sayang, santun, dan lembut. Beliau memiliki perasaan yang sangat lembut dan sangat pemalu yang belum pernah kami lihat orang seperti itu sebelumnya. Akhak mulianya diakui oleh kawan dan lawan. Tidak ada seorang pun yang pernah duduk bersama Syaikh Usamah bin Ladin kecuali pasti memuji akhlaknya, kebaikannya, rasa malu yang besar, dan sangat lapang dada.
Syaikh Ayman Az Zhawahiri hafizhahullah bersama Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah
Misalnya, saya ingat Syaikh Usamah bin Ladin — semoga Allah merahmati beliau — ada sebuah peristiwa bersamaku yang menunjukkan betapa sangat lembut perasaan beliau. Ketika itu sampai kepada kami berita syahidnya keluargaku — semoga Allah merahmati mereka semua dan juga ikhwan-ikhwan yang syahid bersama mereka —, orang yang membawa berita tersebut — ketika itu kami tengah berada di Tora Bora — Syaikh Usamah meminta kepada ikhwah yang membawa berita tersebut agar tidak berbicara denganku. Lalu kami melaksanakan shalat Subuh dan Syaikh Usamah mempersilahkan saya untuk mengimami para ikhwah shalat Subuh. Selesai shalat Subuh kami duduk untuk membaca dzikir habis shalat, saya lihat para ikhwah keluar satu persatu, sehingga tinggal saya sendirian yang ada di situ.
Kemudian ikhwah yang membawa berita itu masuk, mengucapkan salam kepadaku dan menyampaikan ta’ziyahnya kepadaku. Ia juga mengingatkanku supaya bersabar dan ikhlas. Ikhwah tersebut menyampaikan kepadaku bahwa istriku, anak laki-lakiku, dan anak perempuanku terbunuh. Ia menyampaikan kepadaku bahwa tiga saudaraku terbunuh, sebagian anak-anak laki-laki dan perempuan mereka juga terbunuh. Saya pun mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Saya ikhlas dan memohon kepada Allah SWT agar membantuku.
Pada saat itulah Syaikh Usamah —semoga Allah merahmati beliau— masuk dan memelukku, dengan berlinangan air mata dan menangis tersedu-sedu. Beliau menyampaikan ta’ziyahnya lalu para ikhwah masuk satu persatu menyampaikan ta’ziyahnya kepada saya, menyabarkan saya dan meneguhkan saya.
Hari itu jadwalnya kami setelah shalat Subuh bergerak ke tempat lain. Saat itu jumlah kelompok kami kira-kira 30an orang lebih. Syaikh Usamah meminta sebagian besar ikhwah untuk bergerak, dan beliau mengatakan kepada saya: “Saya, antum dan beberapa ikhwah tinggal di sini.” Saya pun menjawab: “Tidak usah wahai Syaikh, kita bergerak saja, insya Allah pergerakan itu akan melupakan orang dari kesedihannya.” Beliau menyahut lagi: “Tidak .. tidak … tidak, tidak usah.” Syaikh Usamah pun tetap dalam pendiriannya dan kami pun tinggal di tempat tersebut satu hari —semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan—. Beliau menunggu urat-urat saya rilek dan perasaan saya tenang, setelah itu kami baru bergerak. Setelah itu hilanglah goncangan pertama saya al-hamdulillah, kami memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita semua ganti dari orang-orang kita yang telah syahid, dan juga kaum muslimin yang meninggal dunia.
Setelah itu, ketika saya bercerita tetang anakku yang bernama Muhammad di hadapan Syaikh Usamah, saya menceritakannya ketika goncangan jiwa dan perasaan itu telah hilang. Saya melihat-lihat kedua mata Syaikh Usamah mencucurkan air mata. Padahal, mataku tidak meneteskan air mata karena semua sudah berlalu. Setiap kali saya menceritakan anakku, Muhammad, saya melihat kedua mata Syaikh Usamah mengucurkan air mata —semoga Allah merahmati beliau—.
Kisah lain, di antara sikap beliau yang indah yang saya ingat beliau adalah orang yang pertama kali menyampaikan ta’ziyahnya kepadaku atas meninggalnya ibuku — semoga Allah merahmati ibuku dan juga seluruh kaum muslimin baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup —. Beliau menyampaikan ta’ziyahnya yang indah kepadaku dan beliau mengirim sebuah surat yang indah kepadaku yang berisi ucapan ta’ziyah. Saya berterima kasih kepada beliau dan saya katakan: “Wahai Syaikh, engkau lebih dahulu tahu tentang wafatnya ibuku sebelum aku tahu, semoga Allah membalasmu dengan balasan yang paling baik.”
Selain itu, di antara hal yang diketahui oleh semua orang yang dekat dengan Syaikh Usamah adalah bahwa beliau itu berhati lembut dan mudah meneteskan airmata. Mata beliau selalu meneteskan air mata apabila beliau berkhotbah atau berbicara atau berdoa. Syaikh Usamah bin Ladin dikenal sebagai orang yang sangat mudah meneteskan air mata. Sampai-sampai suatu saat beliau pernah meminta pendapat kepadaku. Beliau mengatakan kepadaku: “Beberapa ikhwah mengatakan kepadaku bahwa engkau (syaikh Usamah, edt) terkadang sebelum berbicara pun meneteskan air mata, bisakah kiranya antum tahan sedikit?” Beliau kemudian bertanya kepadaku: “Apa pendapatmu?” Saya menjawab: “Wahai Syaikh ini adalah kasih sayang yang Allah ciptakan dalam hatimu, maka jangan bersedih karenanya. Ini adalah karunia Allah SWT yang dianugerahkan kepadamu.”
Hal yang lain lagi, sisi-sisi yang saya lihat dari Syaikh Usamah  bin Ladin — semoga Allah merahmati beliau —, pernah suatu saat ketika kami berada di kamp ‘Ainuk dekat Kabul — tepatnya selatan Kabul — waktu itu Syaikh Usamah ada di sana bersama saya, datang beberapa ikhwah dan duduk-duduk bersama kami. Pada kesempatan itu Syaikh Usamah berbicara mengenai Palestina, terjadi demonstrasi di Gaza … seingat saya pada waktu itu beliau mengatakan: “Wahai ikhwan-ikhwan di Palestina! Darah kalian adalah darah kami, anak kalian adalah anak kami. Darah dibalas darah, penghancuran dibalas penghancuran.” Sepertinya ini kata-kata yang beliau sampaikan ketika itu, saya tidak ingat persisnya. Sebuah kalimat dari sekian kalimat beliau yang menyatakan sumpahnya untuk membela Palestina.
Kisah tentang kecintaan Syaikh Usamah adalah sebuah kisah tersendiri yang harus saya ceritakan secara lebih rinci, insya Allah. Seorang ikhwah datang dan mengatakan kepada Syaikh Usamah: “Saya melihat di media massa para wanita keluar dalam sebuah demonstrasi. Para wanita itu berdemo dengan membawa spanduk yang bertuliskan kata-kata yang artinya ‘kami menunggu janjimu wahai Usamah’ atau kata kata semacam itu.”
Syaikh Usamah pun terdiam demi mendengar hal itu. Beliau sangat tersentuh. Setelah itu Syaikh Usamah pergi shalat Isya’ di masjid yang ada di kompleks kamp latihan. Suasana sangat hening. Setelah melaksanakan shalat, Syaikh Usamah bersandar begini ke dinding masjid. Beliau shalat sunnah dan saya mendengar beliau menangis tersedu-sedu. Saya bertanya-tanya dalam hati; kenapa beliau menangis seperti ini? Beliau menangis seperti ini lantaran mendengar berita yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Palestina menunggu janji Usamah bin Ladin. Padahal menurut pandangan saya beliau telah memenuhi janjinya. Kita memohon kepada Allah agar merahmati beliau, kita semua dan seluruh kaum muslimin.
Sisi indah lainnya dalam kehidupan Syaikh Usamah bersama anak-anak beliau adalah,  bahwa setiap orang yang dekat dengan beliau pasti melihat adab yang tinggi dan mulia pada anak-anak beliau — semoga Allah menjaga mereka semua, menjaga kita, anak-anak kita, juga anak-anak kaum muslimin, serta membimbing mereka semua untuk taat kepada-Nya —.
Syaikh Usamah bin Ladin adalah seorang milyader yang kaya raya. Namun anak-anak beliau biasa melayani tamu-tamu beliau dan anak-anak beliau tidak membiarkan para tamu melakukan apapun sendirian. Mencucikan tangan, menyiapkan makanan, mengeringkan tangan, menyiapkan tempat. Semua itu mereka lakukan dengan penuh adab dan penghormatan terhadap tamu-tamu Syaikh Usamah bin Ladin.
Saya sering sekali mendengar orang mengatakan: “Masya Allah! Tarbiyah mulia macam apa yang dilakukan oleh Syaikh Usamah kepada anak-anaknya?!” Syaikh Usamah bin Ladin, meskipun dalam kondisi berpindah-pindah dan tidak menetap, beliau sangat perhatian terhadap tarbiyah dan taklim anak-anaknya. Beliau berusaha sungguh-sungguh agar anak-anaknya menghafal Al-Qur’an sebelum belajar pelajaran yang lain-lain. Dan perkiraan saya beberapa orang di antara mereka telah banyak juz yang mereka hafal, atau bahkan mungkin — saya tidak tahu persis — beberapa orang di antara mereka telah selesai menghafalkan Al Qur’an. Kita memohon kepada Allah agar membimbing anak-anak kaum muslimin untuk hal yang seperti itu.
Inilah kisah Syaikh Usamah bin Ladin pada sisi ilmu dan taklim. Sisi ini mungkin telah saya paparkan sebagiannya dalam buku Fursan Tahta Rayatun Nabi, cet. II. Namun sisi ini belum mendapatkan porsi penjelasan yang cukup. Yakni bahwa Syaikh Usamah sangat serius dalam menebarkan dakwah dan taklim.
Syaikh Usamah mendatangkan seorang pengajar khusus untuk anak-anaknya untuk mengajarkan Al Qur’an. Pengajar yang beliau datangkan itu bukanlah seorang pengajar biasa. Dia adalah seorang ulama’ mulia dari Syinqith (Kota Chinguetti di Mauritania, terletak di sebelah timur Mandat Adrar, Mauritania –pen.). Dia adalah seorang yang sangat mahir dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu Qira-at dan Rasmul Qur’an. Banyak ikhwah yang belajar darinya. Saya sendiri belajar darinya dan dia adalah Syaikh saya juga. Sebagian dari biografinya yang elok telah saya sampaikan dalam buku Tabri’ah.
Beliau (pengajar yang didatangkan oleh Syaikh Usamah) itu bukanlah seorang Syaikh biasa. Beliau adalah seorang muhajir dan murabith di jalan Allah. Beliau adalah seorang petempur perwira sebagaimana Syaikh Usamah bin Ladin juga. Beliau memiliki seekor kuda di kampung Arab. Kampung Arab ini juga menyimpan cerita yang sangat panjang. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan supaya saya dapat menceritakan kampung yang penuh berkah ini. Sebuah kampung yang hebat yan belum pernah saya lihat seumur hidupku selain kampung itu. Saya juga tidak pernah merasakan bahagia sebagaimana kebahagiaan saya ketika tinggal di kampung yang sangat sederhana ini.
Syaikh tersebut memiliki seekor kuda yang kemudian Syaikh Usamah membelinya lalu beliau gabungkan dalam koleksi kuda beliau. Kami dulu selalu pergi belajar kepada Syaikh ini dan beliau pun memperlakukan kami dengan hormat, menyiapkan teh asal Muritania yang khas dengan tangan beliau sendiri. Beliau menyiapkan makanan buat kami. Kami katakan kepada beliau: “Jangan wahai Syaikh, karena engkau adalah Syaikh kami.” Beliau tidak pernah mengijinkan sama sekali, beliau harus melayani kami dengan tangan beliau sendiri.
Syaikh DR. Mahfudh Waladul Walid Al-Muritani (ulama dan mujahid dari Mauritania yang menjadi guru privat mujahidin Arab dan anak-anak syaikh Usamah bin Ladin di Afghan).
Saya ingat dulu saya pernah meminta kepada beliau supaya saya dapat belajar kepada beliau mengenai Ulumul Qur’an dan bahasa Arab. Lalu beliau mengatakan kepadaku: “Kita mulai pertama dengan membenarkan bacaan Al-Qur’an. Karena Kitabullah itu lebih berhak untuk diperhatikan daripada perkataan manusia. Setelah itu baru kita belajar ilmu-ilmu bahasa Arab.” Hal ini sebagaimana yang telah saya ceritakan sebelumnya dalam buku At Tabri-ah.
Pertama kali beliau membacakan kepada saya sebuah muqadimah sedang (tidak panjang dan tidak pendek) tentang Tajwid. Setelah itu kami mempelajari Nudhum Al- Jazariyah. Dan beliau masya Allah merupakan lautan ilmu, namun kalau menjelaskan pelajaran kepada kami, beliau membeberkannya dengan sangat panjang lebar. Sampai-sampai saya pernah melihat beliau di masjid kampung, beliau menjelaskan ilmu tajwid kepada para ikhwah dengan sangat panjang lebar.
Misalnya beliau pernah menjelaskan tentang perbendaan antara ikhfa’ dan idgham, beliau membawa sesuatu dan mengatakan kepada para ikhwah: “Sesuatu ini saya masukkan dalam jubahku ini. Inilah yang dimaksud dengan ikhfa’. Sesuatu ini sudah tidak ada lagi bekasnya, inilah yang dimaksud idgham.” Begitulah beliau menjelaskannya dengan sangat mudah.
Waktu itu ketika saya ikut pelajaran beliau dengan materi Al-Jazariyah, terkadang ikut bersama saya Syaikh Abu Hafsh Al-Kumandani, dan terkadang ikut juga Syaikh Abu Ubaidah Al-Mauritani yang telah syahid — semoga Allah merahmati beliau. Beliau sendiri yang melayani kami. Terkadang ketika kami pulang dari tempat beliau, beliau ikut bersama kami pergi ke pasar, tiba-tiba beliau membelikan buah-buahan buat saya. Saya katakan kepada beliau: “Wahai Maulana, ini adalah kewajibanku.” Beliau menjawab: “Tidak … tidak … tidak. Ini bukan untukmu tapi ini untuk Muhammad, anakmu. Jangan kamu tolak!”
Satu saat lagi tiba-tiba beliau membelikan ikan. Saya katakan kepada beliau: “Wahai Maulana, ini adalah kewajibanku. Bagaimana ini?!”  Beliau menjawab: “Tidak … tidak … tidak. Ini untuk Muhammad, anakmu.”
Orang mulia ini, yang saya mendapatkan kehormatan untuk belajar dari beliau, adalah ustadznya anak-anak Syaikh Usamah dalam menghafal Al Qur’an. Beliau sangat keras dalam memperlakukan mereka. Saya ingat suatu kali pernah beliau berteriak kepada salah seorang anak Syaikh Usamah: “Wahai bocah, kamu tidak bisa diajak bicara, yang bisa diajak bicara adalah ayahmu. Kamu hanya bisa diomongi dengan tongkat.” Sementara anak-anak Syaikh Usamah dalam keadaan tunduk dan diam. Mereka tidak sanggup memandang beliau, karena mereka memiliki adab yang telah mereka pelajari dari Syaikh Usamah terhadap ustadz-ustadz mereka.
Muhammad ‘Athif als Abu Hafs Al-Kumandani als Abu Hafs Al-Mishri
Tentu saja Syaikh Al-Muritani ini sangat serius dalam masalah tarbiyah, sampai–sampai terkadang di masjid kampung beliau mengajarkan materi tarbiyah. Beliau menjelaskan kitab Tarbiyatul Abna’ Fil Islam, dan beliau sangat memperhatikan masalah tarbiyah ini.
Saya ingat, anak-anak Syaikh Usamah sangat rekat dengan beliau. Di medan-medan perang dan di daerah-daerah perbatasan perang, mereka menjaga beliau sebagaimana anak-anak singa menjaga induknya, mereka tidak pernah berpisah dengan bayangannya. Mereka menjaga beliau dengan mempertaruhkan nyawa mereka.
Keterikatan anak-anak Syaikh Usamah dan juga para pengawal Syaikh Usamah dengan Syaikh ini ada kisahnya tersendiri, insya Allah akan kami ceritakan, akan tetapi ingatan saya masih tumpang-tindih. Saya ingat dua peristiwa yang terjadi antara anak-anak Syaikh Usamah dengan Syaikh ini dan anak-anaknya. Dua peristiwa yang sangat-sangat menyentuh perasaan.
Peristiwa pertama: Dahulu ketika kami di Jalalabad, ketika orang-orang munafik telah menguasai Jalalabad. Ketika itu kami memutuskan untuk mendaki gunung Tora Bora. Pada saat itu anak-anak Syaikh Usamah telah datang  bersamanya. Kami sudah memperkirakan bahwa keadaannya akan berjalan seperti ini, dan Kabul akan jatuh. Dan demikianlah yang terjadi. Waktu itu beberapa anak Syaikh Usamah yang masih kecil, di antaranya adalah Khalid — semoga Allah merahmatinya, dia syahid bersama Syaikh Usamah dalam peristiwa penyergapan ayahnya —. Dialah yang paling besar dan ada lagi dua orang yang umurnya lebih muda daripada Khalid. Kami memutuskan untuk bergerak. Kami keluar dari kota dan kami putuskan untuk mendaki gunung Tora Bora ketika waktu Maghrib.
Pada waktu antara Ashar dan Maghrib datang salah seorang ikhwah, dan Syaikh Al-Muritani tersebut mempersilahkan anak-anak syaikh Usamah untuk menyalami ayah mereka. Ikhwah ini adalah orang yang diamanahi oleh Syaikh Usamah untuk membawa anak-anak tersebut ke tempat yang aman, untuk kemudian membawa mereka kepada keluarganya sehingga mereka bisa berkumpul dengan keluarga Syaikh Usamah.
Kemudian tibalah saat perpisahan. Syaikh Usamah membawa mereka menyendiri agak jauh, sedangkan saya memperhatikan peristiwa ini dari jauh dengan perasaan yang sangat haru. Seorang ayah berpamitan dengan tiga orang anaknya yang masih kecil, sementara mereka tidak tahu kapan akan bertemu lagi. Di duniakah atau di akhirat? Apakah ini awal wasiat buat mereka ataukah wasiat terakhir? Syaikh Usamah berpamitan dengan mereka, bersalaman dengan mereka dan mengatakan kepada mereka: “Kalian pergi dengan om kalian ini. Insya Allah dia akan membawa kalian kepada keluarga.” Anak-anak yang besar, air mata mereka mengalir, Syaikh Usamah sangat terharu, sedangkan anak yang kecil sangat kasihan tidak mengerti apa yang terjadi.
Tapi anak yang terkecil ini mengatakan kepada Syaikh Usamah: “Tapi abi, tas sekolahku di Kabul, saya mau tas sekolahku.” Kabul telah jatuh ke tangan bangsa Salib. Syaikh Usamah mengatakan kepada anaknya yang masih kecil tersebut: “Insya Allah semuanya baik sayangku. Insya Allah om nanti akan memberimu tas sekolah lagi.” Kemudian mereka berpisah. Peristiwa yang sangat mengharukan. Seorang bapak meninggalkan anak-anaknya. Tidak tahu di mana dan kapan ia akan bertemu lagi dengan mereka. Mereka pun meninggalkan bapak mereka dan tidak tahu kapan dan di mana akan ketemu lagi.
Peristiwa satu lagi, yang membuatku sangat hormat kepada Syaikh Usamah adalah ketika kami mulai bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Waktu itu ada bersama kami salah satu anak Syaikh Usamah, yang menyertai kami selama serangan yang dilancarkan oleh bangsa Salibis. Kami mengendarai mobil dengan penuh tawakal kepada Allah, dan menderita. Sebuah mobil semi truk yang mengangkut kami dalam kegelapan. Di suatu titik tertentu mobil ini mogok. Anak Syakh Usamah ini pun turun bersama dengan penunjuk jalan menuju tempat lain sementara kami menuju tempat yang lain lagi.
Dalam kondisi seperti ini di tengah-tengah kegelapan, Syaikh Usamah turun untuk berpamitan dengan anaknya, dan tidak ada yang tahu selain Allah SWT apakah mereka akan bertemu lagi atau tidak. Apa kiranya yang dikatakan Syaikh Usamah pada saat seperti itu? Beliau mengatakan kepada anaknya: “Wahai anakku kita tetap dalam janji kita, kita tetap dalam jihad fi sabilillah.” Sebuah peristiwa yang sangat besar, yang saya ingat yang dialami Syaikh Usamah.
Saya cukupkan sampai di sini. Insya Allah kita bertemu lagi dengan kisah Syaikh Usamah, Sang Imam dan pembaharu, dalam pertemuan yang lain.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
(unwanul falah/arrahmah.com)

51 keutamaan dan manfaat Dzikir


Saif Al Battar
Kamis, 8 Desember 2011 10:19:19
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Moga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjaga lisan ini untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal yang tiada guna.
(1) mengusir setan.
(2) mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) hati menjadi gembira dan lapang.
(5) menguatkan hati dan badan.
(6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) mendatangkan rizki.
(8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12) seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
(16) hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar.
(19) menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
(21) ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
(30) sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) dzikir adalah tanaman surga.
(33) pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana AllahTa’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) dzikir itu dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.[1]
(40) dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’alamenggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) hati itu ada yang keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati  ketika semakin lalai, maka semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.
(43) dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit adalah dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


[1] HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691
[2] HR. Abu Daud no. 1522, An Nasai no. 1303, dan Ahmad 5/244. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] Disarikan dari Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Hasan bin Qoid, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, 94-198.

sumber: Rumaysho site

Imaroh Islam Somalia: Front baru dalam rangka mengepung musuh-musuh Allah


Saif Al Battar
Kamis, 8 Desember 2011 17:13:56
Prakata
Selama tiga tahun terakhir, khususnya akhir tahun ini, pandangan seluruh dunia tertuju kepada berbagai peristiwa yang terjadi di bumi Somalia. Kejadian dan peristiwa di sana telah berkembang dalam bentuk sedemikian sehingga menggentarkan dan mengkhawatirkan setiap negara thoghut, karena Somalia sentiasa menjadi bagian tak terpisahkan dari target-target strategis mereka.
Apa yang menjadi kekhawatiran baru tersebut bukanlah karena semakin hebatnya kecamuk pertempuran atau banyaknya korban yang jatuh. Bukan itu semua yang telah membuat cemas musuh ummah kita ini, karena mereka sendiri telah terbiasa bergulat dengan peperangan sipil yang melanda negara mereka masing-masing selama lebih dari dua dekade ini (yang dimaksud dengan musuh ummah di sini khususnya adalah negara-negara uni Afrika. Pent). Yang baru dalam medan Somalia, adalah keberadaan kekuatan yang memasuki kobaran perang, di mana kekuatan ini tidak mau tunduk sama sekali mengikuti kemauan mereka dan juga tidak bersedia mengikuti kendali mereka. Dan kekuatan ini ternyata berhasil meraih dukungan luas dan aspirasi yang tinggi yang sama sekali tidak diperhitungkan sebelumnya oleh para musuh ini.
Situasi yang kita bicarakan adalah terkait dengan Harokatus Syabaab al-Mujahidin beserta pihak-pihak yang bersekutu dengannya (yang saya maksudkan khususnya adalah al-Hizbul Islami, para pejuang dari Ras Kamboni, serta Mujahidin dari Kamp Pelatihan Umar al-Faruq. penulis). Mereka semua adalah Gerakan Salafiyah Jihadiyah yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan (apa yang kita sering sebut) al-Mahakim al-Islamiyah (Pengadilan Islam), yang diatur oleh kekuatan penjajah untuk berkuasa di Somalia. Justru al-Mahakim al-Islamiyah adalah salah satu kelompok yang berada di urutan pertama target yang ingin dihancurkan oleh Harokah ini (Harokatus Syabaab al-Mujahidin), karena kelompok al-Mahakim ini belakangan menunjukkan loyalitasnya pada kekuatan salib dan menjadi pesuruhnya yang setia untuk melindungi kepentingan kaum kafir di kawasan ini.
Sejarah Perjuangan di Somalia
Selama berabad-abad, Somalia telah menjadi target penguasaan kekuatan kolonial, dan wilayah Tanduk Afrika telah lama diperhitungkan sebagai salah satu titik strategis. Bangsa Kushit dan Semit menyeberang ke Afrika Timur dari Bab Al Mandeb. Sesampai di Afrika Timur, mereka membangun peradaban, mengembangkan pasar, menjadikannya tempat lalulintas pertukaran barang, jasa, dan kebudayaan. Wilayah Tanduk Afrika telah lama memegang peranan kunci dalam khazanah geo-politik, dan menjadi arena persaingan perebutan pengaruh antara bangsa Arab dari wilayah Semenanjung, China, Yunani, Romawi, serta kaum Ptomelius yang memerintah Mesir. Orang-orang Portugis mengarungi lautan, mereka kemudian sampai di Tanjung Harapan dan India, kemudian mereka menyeberangi Samudera Hindia hingga tiba di pintu selatan Laut Merah. Kedatangan Portugis di Laut Merah bertepatan dengan berkobarnya perang antara pasukan Syaikh Ahmad al-Ghozi yang berusaha menembus masuk wilayah kerajaan Habasyah (Abisinia) dari arah selatan. Hal ini memaksa raja Habasyah (Abisinia), Lebna Dengel meminta pertolongan Portugis untuk melindunginya dari pasukan Islam. Kemudian Portugis memasuki wilayah selatan Laut Merah, sehingga memaksa kesultanan Tahir di Yaman meminta bantuan kerajaan Mamluk di Mesir. Bantuan Mamluk diikuti dengan penaklukan Ottoman yang tujuannya melindungi bangsa Muslim dari penyerangan Portugis penjajah dan menyatukan seluruh bangsa Muslim di bawah satu khilafah Islamiyah. Pengaruh mereka terus meluas hingga menguasai bagian selatan Laut Merah, dan menembus hingga Eritrea. Mereka mengokohkan kekuasaan sehingga mampu mendirikan basis yang kuat yang menguasai seluruh pintu masuk Laut Merah pada tahun 1557 Masehi. Kekuasaan mereka tetap kokoh mengontrol wilayah selatan Semenanjung Arabia dan pintu masuk Laut Arab, hingga akhir abad kesembilanbelas masehi.
Somalia kemudian menjadi sasaran perebutan ambisi antara Perancis, Inggris, dan Italia. Kaum kolonialis yang rakus memperebutkan ‘kue’ Somalia hingga membuatnya terpecah-pecah dalam wilayah kecil: Perancis menguasai Djibouti pada 1884, Inggris mencengkeram wilayah utara pada tahun 1887, Italia merebut wilayah Selatan pada 1889, Etiopia mencaplok distrik Ogaden di tahun 1897, sementara wilayah timur Somalia dianeksasi oleh Kenya pada 1924 dan dikenal dengan sebutan Distrik Perbatasan Utara.
Urgensi Somalia bagi Musuh-musuh Ummah
Somalia terletak di wilayah Tanduk Afrika, dan memiliki posisi strategis bagi perusahaan minyak global, karena ia adalah wilayah terdekat yang terhubung dengan sumur-sumur minyak di Teluk. Ia adalah pintu gerbang selatan dari Laut Merah – jalur nadi perdagangan – dan buminya menyimpan banyak perbendaharaan kekayaan. Garis pantainya membentang sepanjang 3.300 km.
Keberadaannya semakin penting, setelah perkembangan situasi yang memanas di wilayah Teluk, khususnya setelah munculnya Qo’idatul Jihad di Semenanjung Arabia. Al-Qo’idah di Semenanjung Arabia bangkit dalam rangka melancarkan perang berkelanjutan dan sistematik menghadapi kekuatan aliansi salibis –zionis yang menguasai wilayah Semenanjung serta menahan meluasnya ambisi-ambisi mereka di sana.
Bagi armada salib, mereka berusaha menancapkan pengaruh stratejik, ekonomi, dan logistik, secara simultan, untuk menjadikan Tanduk Afrika sebagai salah satu basis kekuatan Amerika, sama seperti wilayah Teluk. Lebih khusus lagi, Tanduk Afrika adalah wilayah yang mengontrol langsung nadi lalulintas dan akses langsung ke laut. Buminya juga menyimpan kekayaan yang belum tereksplorasi.
Jangan lupa, Somalia adalah gerbang selatan memasuki Laut Merah, sebagaimana Terusan Suez adalah gerbang utaranya. Negara-negara produsen nuklir juga menjadikan Somalia sebagai tempat pembuangan limbah nuklirnya. Material radioaktif yang dibuang di tanah Somalia ini sangat berbahaya bagi kehidupan, yang berdampak jangka pendek ataupun panjang, dan dapat mencemari tanah serta air yang ada.
Kebangkitan Harokatus Syabaab Menghancurkan Rencana Amerika di Kawasan Afrika
Mari kita mengingat kembali pada rencana lama Amerika, yaitu lebih dari 20 tahun (tepatnya semenjak pecahnya perang sipil di era 1990an) Amerika berambisi untuk membangun pijakan strategis di Afrika, dan khususnya di kawasan Afrika Timur. Mereka lama membidik Sudan dan daerah Tanduk Afrika, karena letaknya yang strategis, dan kekayaan alamnya yang berlimpah, minyak serta berbagai mineral bumi lainnya.
Target Amerika di Somalia adalah: tahap pertama menguasai seluruh pesisir Somalia untuk meraih posisi penting dalam lalulintas perdagangan global; kemudian mereka dapat mengungguli Perancis yang menguasai wilayah Djibouti dan dekat dengan Bab Al-Mandeb. Langkah selanjutnya dari ambisi mereka adalah menghancurkan kekuatan Islam di Somalia dan menguasai sepenuhnya Tanduk Afrika, menjarah sumber daya negeri seperti uranium, minyak, dan mineral lainnya. Kemudian semakin mengokohkan hegemoni Amerika atas dunia, khususnya wilayah Afrika, membungkam gerakan apa saja yang dinilai mengganggu kepentingan Amerika.
Munculnya Harokatus Syabaab al-Mujahidin dan keberhasilan mereka menguasai mayoritas wilayah negeri serta konsistensi mereka dalam upaya menerapkan Syariat Islam, telah memberikan hantaman keras dan pukulan telak terhadap Amerika, sehingga segala rencana mereka atas Somalia menjadi buyar. Bahkan bukan hanya terbatas pada Somalia, tetapi ambisi mereka di seluruh kawasan Afrika.
Harokatus Syabaab bukanlah jenis kelompok perjuangan yang menerima sikap tawar menawar atau menyerah, sekedar berpikirpun tidak pernah. Berbeda dengan kelompok-kelompok perjuangan lain, atau faksi-faksi politik, atau berbagai kelompok yang bahkan menisbatkan dirinya sebagai gerakan Islam. Contoh yang masyhur adalah Harokah al-Mahakim al-Islamiyyah al-Ikhwaniyyah di bawah kepemimpinan Syaikh Syarif yang murtad lagi khianat.
Harokatus Syabaab lain dan berbeda dari berbagai faksi yang ada, yang biasanya telah dijinakkan Amerika, dan dikendalikan sepenuhnya, dengan sedikit iming-iming kekuasaan semu atau janji-janji palsu.
Gerakan ini memiliki strategi dan visi yang bahkan menjangkau jauh dari sekedar keinginan meraih kekuasaan. Mereka memanggul sepenuhnya tanggung jawab untuk memerdekakan rakyat Muslim Somalia serta berusaha menahan kekuatan penjajah yang berambisi merampok dan mengeksploitasi Somalia. Lebih jauh, gerakan ini telah meletakkan di pundak mereka tanggung jawab untuk membebaskan seluruh kawasan Afrika dan mempersatukan segenap Mujahidin di negeri-negeri yang berdekatan demi membangun front bersama dalam rangka menahan penyerbuan balatentara salib atas bumi Islam.
Amerika sangat Takut Memulai Kampanye Baru di Somalia
Amerika tidak pernah dapat melupakan getirnya kekalahan yang mereka alami pada pengalaman militer mereka di Somalia pada masa 1992 hingga 1994. Militer Amerika harus menelan kerugian besar, dan terpaksa pergi dari Somalia dalam keadaan kalah dan terhina. Bahkan kekalahan Amerika di Somalia tersebut semakin memompa semangat para musuh Amerika, khususnya kaum Jihadi dan para pendukung al-Qo’idah di wilayah lain – termasuk Darfur – untuk semakin mengeraskan hantaman terhadap Amerika, hingga membuatnya semakin lemah.
Luka Amerika semakin berdarah di berbagai area di mana di sana terdapat Mujahidin yang aktif. Di urutan pertama adalah Afghonistan dan ‘Iroq. Amerika bukan hanya berdarah di front militer. Di front ekonomi mereka juga mengalami hantaman hebat yang mengakibatkan pendarahan. Efek dari rangkaian perang ini telah menyeret kondisi internal ekonomi mereka ke titik nadir. Mungkin bisa kita perkirakan ekonomi mereka akan kolaps sepenuhnya dua tahun ke depan.
Tidak diragukan, Mujahidin di Somalia telah tumbuh semakin kuat, semakin terorganisir, dan semakin berpengalaman dari semenjak masa duapuluh tahun yang lalu. Keadaan ini membuat Amerika semakin enggan bahkan untuk sekedar berpikir akan memasuki kembali Somalia. Maka yang mereka lakukan adalah mencari cara lain untuk dapat melemahkan front Mujahidin. Yang mereka lakukan biasanya mencoba memicu perang sipil baru di kawasan, dan hal itu dengan mereka berikan dana dan dukungan kepada para panglima-panglima perang, lalu mengadu domba mereka. Kemudian mereka menciptakan keadaan di mana tidak ada pemenang maupun yang kalah, sehingga dengan begitu mereka menginginkan negeri ini terus tenggelam dalam kekacauan berdarah dan perang saudara.
Front Islam yang Dinantikan
Setelah proses penyatuan shoff antara Harokatus Syabab al-Mujahidin dengan al-Hizbul Islami baru-baru ini (di akhir tahun 2010. Pent), yaitu dengan bergabungnya al-Hizbul Islami di bawah kepemimpinan Harokatus Syabaab, kini terbentang cakrawala baru yang lebih luas bagi Mujahidin untuk mengembangkan front mereka di masa depan.
Kita tidak boleh mengabaikan, bahwa saat ini masih terdapat beberapa kawasan Somalia yang terjajah, di mana Mujahidin telah bertekad untuk membebaskannya, sebelum melangkah lebih lanjut membebaskan wilayah-wilayah lain di kawasan tetangga, seperti Djibouti, Puntlande, Ogaden yang diberikan Inggris ke Etiopia, Distrik Perbatasan Utara yang diberikan Inggris kepada Kenya. Djibouti sebelumnya adalah salah satu distrik wilayah Somalia, yang dicaplok Perancis dan dijadikan salah satu daerah koloninya, untuk kemudian dijadikan negara terpisah dari Somalia.
Front Islam yang luas tersebut terdiri dari Front Somalia, Qo’idatuol Jihad di Semenanjung Arabia, Qaidatul Jihad di Maghrib Islami. Keberadaan front ini merupakan perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah aktifis Jihadi kontemporer. Dan kita mengharapkan keberadaannya mampu untuk semakin mengeratkan kepungan terhadap musuh-musuh Allah dari berbagai corak agama maupun aliran politik. Mereka akan melanjutkan langkah untuk menyebarkan Islam, membebaskan rakyat di seluruh kawasan tanpa terkecuali, dan pada saat yang sama mempersiapkan pasukan Islam semesta yang akan berangkat membebaskan al-Aqsho dari tangan yahudi, bi idznillah.
Rakyat Somalia Adalah Kartu Keberuntungan
Tak diragukan, rakyat sering menjadi obyek perebutan pengaruh dan kekuasaan. Mereka dijadikan bahan dalam pertarungan dua pihak yang bersengketa. Tiap pihak berupaya menarik dukungan rakyat di pihaknya, sehingga bisa mereka gunakan sebagai tameng dalam konflik menghadapi pihak lain.
Rakyat Muslim kita selalu menjadi obyek material semata, tidak lebih. Mereka berada di bawah kungkungan pihak yang kuat dan menjadi sasaran penindasan dalam waktu yang lama. Sehingga akhirnya mereka kehilangan martabat insaninya selaku makhluk merdeka, dan sampai pada titik yang sangat rendah, di mana mereka tunduk tak berdaya pada pihak yang kuat, serta turut pada segala kemauannya meski pihak penindas ini memimpin rakyat untuk menjerumuskannya ke jurang kehancuran. Hingga akhirnya Allah memberkahi mereka dengan bangkitnya sekelompok ummat dari rahim rakyat sendiri, yang menyampaikan kebenaran, menjelaskan jalan yang lurus, serta menghimpun dukungan rakyat, sehingga rakyat berani memberontak terhadap segenap warisan penindasan dan memecahkan belenggu yang menjerat leher mereka. Rakyat kemudian belajar membedakan kebenaran dan kebatilan, musuh dan teman. Hingga mereka tidak lagi mau tunduk atau takut pada kebatilan, meski kebatilan itu datang dalam bentuk raja yang berkuasa lagi lalim.
Rakyat Somalia telah semakin cerdas dan berpengalaman. Mereka telah memetik pelajaran berharga dari pengalaman lebih selama 20 tahun perang sipil. Mereka telah mengalami penderitaan panjang, di bawah silih berganti pemimpin politik yang korup dan menindas, yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya semata. Rakyat telah sampai pada apa yang kami istilahkan ‘al-firosah as-siyasiyah / firasat politits’, sehingga mampu membedakan antara pihak yang benar dan kalangan durjana, antara kebenaran dan kebatilan.
Seperti yang terjadi di Afghanistan, para pimpinan Jihad Somalia beserta dai mereka telah mampu menarik hati banyak kepala-kepala suku Somalia, yang akhirnya suku dan kabilah tersebut memberikan loyalitas penuh kepada Harokatus Syabaab al-Mujahidin. Lebih jauh, mereka pun mendorong putra-putra kabilahnya untuk bergabung dalam barisan Mujahidin, serta berusaha menutup tiap celah yang hendak diterobos oleh tentara salib. Kekuatan salib selalu berusaha mencari celah yang dapat mereka eksploitasi: dengan berusaha ‘membeli’ hati dan pikiran suku dan kabilah dengan uang, supaya mereka menjadi penghalang yang menghadang langkah Mujahidin, seperti yang terjadi di ‘Iroq dengan dibentuknya apa yang sering kita sebut ‘dewan kebangkitan’ yang khianat, muslihat seperti itu juga yang juga hendak diterapkan tentara salib di Afghonistan.
Dalam sebuah konferensi pers bersama antara Syaikh Tahlil Ali Syaytiy, pemimpin dari kabilah Mahmud Hirob, satu kabilah terbesar di wilayah selatan dan tengah Somalia; serta Syaikh Abdullah Muhammad Hannaq, pimpinan kabilah Hayntiri; beserta segenap ulama dan saudagar; Kabilah Mahmud Hirob menegaskan bahwa mereka tidak akan menelantarkan Mujahidin yang telah membela mereka dan telah mereka dukung semenjak era 1990an. Mereka ini menjadi bahan bakar utama dalam Jihad Somalia.
Maka (kita menyaksikan) rakyat Somalia dari berbagai faksi dan latar belakang hari ini berhimpun bersama Mujahidin di bawah pimpinan Harokatus Syabaab. Mereka bergabung dalam battalion-batalion pejuang, untuk ikut aktif merebut hak mereka, menjadi agen perubahan, serta membalas para penjahat yang telah menjauhkan mereka dari din dan dunia mereka. Bahkan segenap kabilah telah bersumpah setia kepada Harokah as-Syabaab al-Mujahidin serta siap mempersembahkan putra-putra terbaik mereka untuk bergabung dalam barisan Mujahidin dalam rangka berpartisipasi membebaskan sepenuhnya seluruh bumi Islam dan membangkitkan ummat pada umumnya.
Ini adalah kartu keberuntungan yang dimiliki Mujahidin, setelah pertolongan dan bantuan Allah, disertai tawakkal mereka kepada Allah yang maha perkasa. Sebuah kartu yang tidak dimiliki lagi oleh balatentara salib. Kemenangan telah di ambang pintu! Sungguh begitu dekat, yang belum pernah kita alami sebelumnya di masa lalu!
Wal hamdu lillahi robbil alamin.

di tulis oleh al-Akh:Abu ‘Abdillah Anis –hafizhohulloh-

Berdoalah untuk saudara-saudara Antum yang berjihad

Saudara kalian:
Departemen Media Informasi al-Ma’sadah(Website Syumukhul Islam)
www.shamikh1.info/vb

Diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh:
Forum Anshorul Mujahidinwww.ansar1.info
www.as-ansar.com

Tarjamah Bahasa Indoneseia oleh:
Forum Islam at-Tawbah

Ratings and Recommendations

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | Affiliate Network Reviews