Member of Mujahideen, 16 Mei 2013 (07:32:42)
Dalam dunia hewan dikenal namanya migrasi.
Sebuah gerakan periodik hewan dari habitat aslinya ke daerah yang baru dan
kemudian melakukan perjalanan kembali ke tempat asalnya. Migrasi disebabkan
oleh kebutuhan untuk mencari makanan, oleh perubahan iklim pada tahun itu, dan
oleh kebutuhan untuk berkembang biak.
Setiap musim semi,misalnya burung
layang-layang dari Eropa memulai migrasi panjang ke Afrika. Mereka terbang jauh menuju Afrka ketika cuaca Eropa menjadi
terlalu dingin bagi mereka untuk menangkap mangsanya, yaitu serangga atau ikan.
Mereka akan kembali pada musim semi ketika cuaca di Eropa utara mulai memanas.
Burung laut kutub utara bahkan melakukan
migrasi terpanjang yang pernah dilakukan burung saat ini, dengan terbang
dari kutub utara ke kutub selatan dan
kemudian kembali lagi.
Mereka terbang jauh dan kemudian kembali lagi
ke tempat semula, tanpa pernah tersesat. Sistem navigasi seperti apakah yang
mereka punya? Bagaimanakah burung dapat menentukan arah tanpa bantuan peta,
kompas, atau petunjuk arah lain selama penerbangan yang panjang menempuh ribuan
kilometer?
Ada yang berpendapat bahwa burung burung
tersebut mengenal karakteristik dataran di bawah mereka, sehingga dapat
menemukan daerah tujuan tanpa kebingungan. Namun, berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa teori ini tidak benar. Seekor burung Dara yang diburamkan
matanya, masih dapat menemukan jalan
mereka meski tertinggal beberapa kilometer dari kelompoknya.
Penelitian berikutnya menunjukkan bahwa medan
magnet bumi berpengaruh terhadap spesies burung. Burung memiliki sistem
reseptor magnetik yang memungkinkan mereka menentukan arah dengan menggunakan
medan magnet bumi. Bebrbagai eksperimen menunjukkan bahwa burung migran dapat
merasakan perbedaan medan magnet bumi sebesar 2%.
Ada pula yang berpendapat bahwa burung
memiliki semacam kompas di dalam tubuhnya, Tapi,
Bagaimanakah burung-burung tersebut dapat
diperlengkapi dengan “kompas alami”? Bagaimana pula mereka bisa menemukan cara
memanfaatkan medan magnet bumi, dan kemudian melengkapi dirinya dengan kompas?
Burung mampu menavigasikan dirinya dengan
canggih, tak lain karena mereka menepati perintah Allah yang telah menciptakan
mereka dengan sempurna.
“Tidakkah
kamu tahu bahwasanya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi
dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui
(cara) sembahnyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.” (QS. An-Nur: 24)
kan Umat
Islam Indonesia (GUII), Abdurrahman Assegaf, sebagai preman terkait
pernyataannya bahwa pelaku pemboman di Jakarta adalah alumnus Pondok Pe -
See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2009/07/26/5134-baasyir-sebut-abdurahman-assegaf-preman.html#sthash.hiGSroxN.dpuf
kan Umat
Islam Indonesia (GUII), Abdurrahman Assegaf, sebagai preman terkait
pernyataannya bahwa pelaku pemboman di Jakarta adalah alumnus Pondok Pe -
See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2009/07/26/5134-baasyir-sebut-abdurahman-assegaf-preman.html#sthash.hiGSroxN.dpuf
kan Umat
Islam Indonesia (GUII), Abdurrahman Assegaf, sebagai preman terkait
pernyataannya bahwa pelaku pemboman di Jakarta adalah alumnus Pondok Pe -
See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2009/07/26/5134-baasyir-sebut-abdurahman-assegaf-preman.html#sthash.hiGSroxN.dpuf
kan Umat
Islam Indonesia (GUII), Abdurrahman Assegaf, sebagai preman terkait
pernyataannya bahwa pelaku pemboman di Jakarta adalah alumnus Pondok Pe -
See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2009/07/26/5134-baasyir-sebut-abdurahman-assegaf-preman.html#sthash.hiGSroxN.dpuf
kan Umat
Islam Indonesia (GUII), Abdurrahman Assegaf, sebagai preman terkait
pernyataannya bahwa pelaku pemboman di Jakarta adalah alumnus Pondok Pe -
See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2009/07/26/5134-baasyir-sebut-abdurahman-assegaf-preman.html#sthash.hiGSroxN.dpuf
7
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
7
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
7
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
Grand design BNPT: Ciptakan ketakutan massal dan kunci kata jihad
Rabu, 6 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 23:17
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
Grand design BNPT: Ciptakan ketakutan massal dan kunci kata jihad
Rabu, 6 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 23:17
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
Grand design BNPT: Ciptakan ketakutan massal dan kunci kata jihad
Rabu, 6 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 23:17
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
Grand design BNPT: Ciptakan ketakutan massal dan kunci kata jihad
Rabu, 6 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 23:17
JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah
diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme
adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu
semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar