Sandaran yang Menipu
Rasa tenang dan tentram sebagai buah kebaikan yang kita kerjakan, seringkali tidakk terhindarkan. Selain hal itu memang yang kita inginkan, bukankah tidak ada yang lebih menentramkan daripada kesesuaian antara tindakan kita dengan Sang Pembuat syariat? Karena kita tahu bahwa ketentraman selain karenanya adalah palsu. Sungguh, mampu melakukan apa yang di perintahkan, menimbulkan sensasi puas yang dahsyat!.
Tangan Kita Super Canggih
Genggamlah tangan Anda dengan kuat, lalu pukulkan sekuat tenaga ke tembok di hadapan Anda. Tapi, hentikan ayunan tangan tepat sebelum kepalan tangan Anda menyentuh tembok. Lalu ambillah telur dan genggamlah erat, tapi jangan sampai memeahkannya. Sangat mudah kita lakukan, bukan?
Sistem Navigasi Burung yang Sempurna
Dalam dunia hewan dikenal namanya migrasi. Sebuah gerakan periodik hewan dari habitat aslinya ke daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke tempat asalnya. Migrasi disebabkan oleh kebutuhan untuk mencari makanan, oleh perubahan iklim pada tahun itu, dan oleh kebutuhan untuk berkembang biak.
Mengapa Doaku Tak Kunjung Dikabulkan?
Jika seorang muslim berdoa pada Allah agar diberi rizki dan diberi keturunan, akan tetapi doanya tak kunjung pula terkabulkan, apakah seperti itu adalah buah dari tidak diterimanya amalan?Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanyakan seperti di atas. Lalu jawaban beliau rahimahullah,.
Penganut Kristen menurun, jumlah Umat Islam meningkat tajam
INGGRIS (Arrahmah.com) - Inggris mungkin tidak akan menjadi negara "Kristen" lagi pada tahun 2030. Sebuah laporan media Inggris mengatakan bahwa Kristen di Inggris kehilangan hampir 750.000 penganutnya setiap tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Perpustakaan House of Commons menemukan bahwa penganut agama Kristen telah menurun, agama-agama lain telah terlihat memiliki peningkatan tajam.
Kamis, 01 September 2011
Diposting pada Selasa, 07-06-2011 | 22:18:58 WIB
Dua sekolah di wilayah Kabupaten Karanganyar (yakni SMP Al Irsyad Al Islamiyah di Tawangmangu dan sekolah SD IST Al Albani, Matesi, Jawa Tengah) diduga enggan melakukan penghormatan kepada bendera merah putih. Pihaknya sekolah beralasan, menghormat bendera berarti menyamakan dengan menyembah Tuhan.
Mendapat laporan tersebut Bupati Karanganyar, Rina Iriani menyatakan akan menindaklanjutinya. Jika memang nantinya terbukti, maka pihak pemerintah kabupaten (pemkab) setempat akan memberikan sanksi bahkan tidak menutup kemungkinan dua sekolah itu bakal ditutup karena dianggap menyimpang dan makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lebih lanjut bupati yang juga tersangkut kasus dugaan korupsi Perumahan Griya Lawu Asri (GLA) dan sedang ditangani Kejaksaan Tinggi jateng ini mengatakan sebagaimana dikutip news.okezone.com, “Saya katakan NKRI adalah harga mati. Kalau sudah tidak menghormati bendera, tidak mau membaca Pancasila dan UUD 45, dan tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, ini apa? Mau dibawa kemana anak-anak kita?” kata Rina kepada wartawan, Senin (7/6/2011).
Kehebohan soal hormat bendera ini seakan mau menutup hebohnya drama korupsi yang mengguncang partai demokrat atau berita tak kunjung tertangkapnya Nunun nur Baeti, tersangka suap yang melibatkan para pejabat tinggi. padahal menangkap teroris yang sembunyi-sembunyi aja polisi mampu, sedangkan Nunun yang udah jelas lokasinya mereka kewalahan. rasanya Densus perlu disewa untuk kasus ini :)
Sebenaranya hal ini (masalah hormat bendera) hanyalah penegasan sikap penguasa terhadap sikap rakyatnya yang tidak mau menghormat bendera. Sebelumnya penryataan salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kebudayaan, KH Cholil Ridwan, yang berpendapat jika menghormati bendera adalah haram hukumnya, lumayan memicu kehebohan dan tanggapan berbagai pakar yang merasa dirinya nasionalis dan patriotis.
Menurut ustadz Cholil seperti yang dilansir dalam tanya jawab yang dipublikasikan Majalah Suara Islam: Mengenai hukum menghormati bendera, sejumlah ulama Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Riset Fatwa (Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta) telah mengeluarkan fatwa dengan judul ‘Hukum Menyanyikan Lagu Kebangsaan dan Hormat Bendera’, tertanggal 26 Desember 2003.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan dengan alasan:
Pertama, Lajnah Daimah menilai bahwa memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari. Aktivitas tersebut juga tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW ataupun pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun.
Kedua, menghormati bendera negara juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan hanya kepada Allah semata.
Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan.
Keempat, penghormatan terhadap bendera juga merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaklid (mengikuti) tradisi mereka yang jelek serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Rasulullah SAW melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka.
Tentu saja orang-orang yang merasa dirinya nasionalis geram dengan fatwa semacam ini, dianggapnya hal ini penghinaan dan bukti ketidakcintaan pada negara. sebagaimana yang dilakukan aparat keamanan yang buru-buru memeriksa para aktifis PKS yang dianggap menginjak-injak kain berwarna merah putih dalam suatu acara (bandingkan dengan perlakuan aparat terhadap para personel Band Dewa 19 yang jelas-jelas menginjak kain bermotifkan lafadz kaligrafi Allah-mereka sama sekali tidak ditindak).
Lebih aneh lagi sikap sebagian orang yang mengaku ulama kaum muslimin agar disebut moderat mereka buru-buru mengatakan bahwa menghormat bendera tidak sama dengan menyembah bendera, okelah jika itu memang itu benar karena kita juga tidak mengatakan bahwa semua orang yang menghormat bendera sama dengan syirik, sebab fatwa itu juga hanya menyebutkan bahwa menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan, hanya sarana atau alat, belum tentu sampai, tergantung niatnya, sebagaimana kata para ulama penghormat bendera.namun bukanlah lebih selamat jika kita menghindari jalan yang menuju kesyirikan, sebagaimana kita menghindari jalan yang menuju jurang?
Jika mereka mengatakan tidak semua hormat bendera itu syirik,toh kita juga boleh mengatakan bahwa tidak menghorat bendera juga tidak berarti tidak cinta tanah air dan kurang patriotis. malulah kita dengan Tengku Abdul Jalil atau Kyai Zainal Mustofa yang syahid melawan Jepang, hanya "gara-gara'tidak mau membungkuk badan ke arah timur, yang mereka anggap penghormatan itu sebagai ibadah. Jika dianggap terlalu jauh, bolehlah bandingkan, siapa yang paling berani menentang infiltrasi asing seperti Amerika,juga Israel ke Indonesia? apakah para nasionalis yang sembunyi di Singapura setelah menilep duit rakyat ataukah para dai dan mujahid Islam yang sering mereka sebut fundamentalis, bahkan teroris.
Rasanya kutipan seorang kawan ini cukup menyentil hati yang masih sehat dan akal yang masih berfungsi, " Hormat bukan berarti menyembah=iya betul! tapi tidak hormat bendera bukan berarti juga tidak patriotisme dan cinta tanah air…!
Hormat bendera bagi saya adalah sia-sia dan pekerjaan mubazir…ngapain hormat ke benda mati! beda kalo saya menghormati Presidan, Menteri, Gubernur bahkan Pak RT sekalipun…. saya sangat hormat kepada mereka! tapi hormat saya kepada mereka juga bukan disimbolkan dengan gerakan hormat! berapa banyak orang yg melakukan gerakan hormat tapi nyatanya mereka adalah para koruptor di lembaga2 negara yg dihormati!
Delapan orang tewas dalam serangan istisyhad di Chechnya
Kamis, 1 September 2011 13:29:15
Tiga mujahidin meledakkan diri sehari sebelumnya di ibukota Chechnya, Grozny, menewaskan lima polisi, seorang pejabat kementerian dan seorang pejalan kaki, serta melukai lebih dari 20 orang lainnya.
“Satu polisi lagi meninggal saat fajar,” kata juru bicara Ramzan Kadyrov kepada AFP.
Alvi Karimov, mengatakan 22 orang dirawat di rumah sakit, lima di antaranya berada dalam kondisi “sangat serius”.
Serangan itu terjadi pada hari umat Islam merayakan Uraza Bairam (Idul Fitri).
“Ribuan orang menangis bukan merayakan,” kata Karimov.
Bom pertama meledak saat polisi sedang berusaha untuk menangkap tersangka di sebuah jalan di Grozny untuk memeriksa dokumennya.
Ledakan kedua datang dengan cepat setelah itu di tempat yang sama, kata para pejabat. (althaf/arrahmah.com)
Bulan Agustus alias Ramadhan Tahun ini Menjadi Bulan Paling Mematikan bagi Amerika
Menurut perhitungan situs independen iCasualties.org, 66 anggota militer Amerika tewas pada Agustus 2011.
30 tentara Amerika, sebagian besar pasukan khusus Angkatan Laut Seal, tewas ketika helikopter mereka ditembak jatuh gerilyawan taliban pada 6 Agustus. BBC melaporkan, insiden tersebut merupakan kerugian terbesar Amerika dalam perang di Afghanistan.
Laporan dari iCasualties.org juga menunjukkan bahwa 306 tentara Amerika telah tewas di Afghanistan dalam delapan bulan pertama tahun ini.
Angka ini turun sekitar lima persen dari delapan bulan pertama tahun 2010, ketika 321 tentara Amerika tewas.
Sedangkan di tahun ini, 10.000 tentara Amerika harus ditarik dari Afghanistan, dan 23.000 lainnya harus selesai ditarik sepenuhnya pada tahun 2012.
Langkah tersebut akan menyisakan sekitar 68.000 tetnara Amerika saja di Afghanistan. [muslimdaily.net/]
Rabu, 31 Agustus 2011
Mujahid-mujahid Amerika di kancah Jihad dunia
حنين مزايا
Patrick Boyd Daniel. Ditangkap pada 27 Juli 2009. Daniel dianggap sebagai pemimpin dari kelompok yang terdiri dari tujuh orang di Carolina Selatan. Ia dituduh mendukung gerakan jihad di negara-negara lain termasuk Israel, Yordania, Kosovo dan Pakistan. Menurut dakwaan, Daniel menerima pelatihan “Islam radikal” di Pakistan dan Afghanistan, namun dia tidak dikaitkan dengan Al Qaeda atau kelompok jihad lain yang beroperasi di daerah tersebut.
Adam Gadahn. Gadahn adalah anggota Al Qaeda asal Amerika yang paling dicari dan merupakan warga negara Amerika Serikat pertama sejak tahun 40-an yang dikenakan tuduhan pengkhianatan. Dia adalah salah satu dari dua warga AS yang berada dalam daftar FBI dan termasuk 28 “teroris” yang paling dicari dan AS menawarkan 1 Juta USD untuk informasi yang mengarah kepada penangkapannya. Gadahn dilahirkan di Oregon dan dibesarkan di California, dianggap seorang komandan senior untuk Syaikh Usamah bin Ladin dan dilaporkan memainkan peran sebagai penerjemah, produser video dan penerjemah budaya. Dalam gambar di atas, Gadahn terlihat dalam sebuah video yang diposting di internet, dalam pesannya ia memuji seorang Angkatan Darat AS yang membunuh 13 orang di basis militer Fort Hood di Texas.
Abdul Rahman Yasin. Lahir pada tahun 190 di Bloomington. Yasin dicari karena diduga berpartisipasi dalam pemboman tahun 1993 di WTC, yang mengakibatkan kematian enam orang. Dia adalah salah satu dari dua orang warga AS yang masuk dalam daftar FBI, AS menawarkan sampai 5 juta USD untuk informasi mengenai dirinya. Poster di atas disebar pada tahun 2001.
Syaikh Anwar al-Awlaki. Lahir pada tahun 191 di Las Cruses. Ulama kharismatik ini kadang disebut sebagai “bin Ladin di internet”. Syaikh al-Awlaki berusaha menjangkau Muslim berbahasa Inggris dalam ceramahnya dan mendorong mereka untuk terlibat dalam jihad di Barat. Dia telah dikaitkan dengan penembakan di Fort Hood oleh Mayor Nidal Malik Hasan dan percobaan pemboman di pesawat oleh Umar Farouk Abdulmutalib, mujahid asal Nigeria.
Omar Hammai. Ia dilahirkan di Alabam, pernah muncul di fitur New York Times, “The Jihadi Next Door”. Dibesarkan sebagai seorang Kristen. Putra dari ayah dan ibu Amerika-Suriah ini lambat laun mengenal Islam dan menjadi “Islam fundamentalis” pada tahun 2007 lalu bergabng dengan Al Qaeda Somalia yang mendukung kelompok Al Shabaab. Dia dikatakan sebagai bintang dan perekrut utama, foto di atas adalah pesan videonya pada 31 Maret 2009 yang dirilis dalam forum jihad.
Najibullah Zazi. Ditangkap 16 September 2009. Meskipun lahir di Afghanistan, Zazi dan keluarganya pindah ke New York pada 1999 dan menjadi penduduk secara hukum. Dokumen pengadilan menyatakan bahwa di tahun 2008 ia pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan Taliban meskipun ia direkrut oleh Al Qaeda. Dia kembali ke AS pada bulan Januari 2009, pindah ke Denver dan sebelum akhir tahun dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS karena merencanakan meledakkan kereta api bawah tanah New York dengan bom buatan sendiri. Dalam foto, ia dikawal keluar dari helikopter NYPD. Ia kemungkinan akan dijatuhi hukuman seumur hidup.
Nidal Malik Hasan. Ditangkap pada 5 November 2009. Mayor Nidal, dokter militer AS melakukan penembakan di pos Angkatan Darat AS di Fort Hood, Texas yang menewaskan 13 orang. Dia dilahirkan di Arlington, namun Hasan tidak pernah terjun ke zona perang.
John Walker Lindh. Ditangkap 25 November 2001. Lindh kelahiran Washington DC, ditangkap sebagai pejuang musuh sejak AS menginvasi Afghanistan pada tahun 2001. Ia menjadi tertarik dengan Islam setelah melihat Spike Lee dalam film Malcolm X. Lindh sekarang menjalani hukuman penjara 20 tahun.Dalam foto adalah Lindh saat melakukan registrasi di sebuah Madrasah Saudi Hassani Kalan Surani Bannu di Pakistan tahun 2002.
David Headley. Ditangkap 3 Oktober 2009. kelahiran Washington DC, dibebankan dengan panduan lokasi untuk serangan “teroris” 2008 di Mumbai yang menewaskan 174 orang. Seperti ‘Jihad Jane’ Colleen LaRose, yang didakwa merencanakan untuk membunuh kartunis Swedia, Headley juga diduga telah merencanakan serangan terhadap koran Denmark yang menerbitkan kartun kontroversial Nabi Muhammad Saw, pada tahun 2005. Dalam gambar Headley muncul di pengadilan federal di Chicago. Dia telah mengaku tidak bersalah dan menunggu persidangan.
Colleen LaRose, alias Jihad Jane. Ditangkap 15 Oktober 2009. Wanita kelahiran Michigan didakwa atas tuduhan konspirasi untuk memberikan dukungan material kepada teroris dan membunuh seseorang di negara asing. Gadis pirang Amerika bermata hijau dari pinggiran kota Philadelphia menyebut dirinya Jihad Jane dan Fatima LaRose. Dia dituduh berhubungan dengan militan melalui Internet untuk plot aksi terorisme, termasuk rencana untuk membunuh kartunis Swedia.
Faisal Shahzad. Dia ditangkap di bandara New York atas tuduhan bahwa ia mengendarai mobil SUV berisi penuh bahan peledak dan meledak di depan Times Square. Shahzad, warga negara Amerika Serikat kelahiran Pakistan ditangkap dan didakwa dengan tuduhan berusaha melakukan serangan, tampaknya memiliki sedikit pelatihan nyata dalam teknik bahan peledak, menurut pejabat AS. Shahzad tinggal di Shelton, dengan keluarganya sampai mereka kehilangan rumah mereka untuk penyitaan tahun lalu dan keluarga nya terbang dari AS ke Karachi pada bulan Juli 2009. Shahzad akan menghadapi tuduhan terorisme dan memiliki senjata pemusnah massal.
Polisi Pakistan mengawal lima pria yang tangannya diborgol dan diidentifikasi sebagai Aman Hassan Yemer, Abdulah Ahmed Minni, Waqar Hussain Khan, Ramy Zamzam, dan Umar Farooq . Semuanya warga Amerika dari Virginia utara. Mereka bermaksud bergabung dalam jihad di Afghanistan untuk membela kaum Muslim yang dijajah di sana, namun niat mereka belum tercapai, mereka telah ditangkap di perbatasan oleh polisi boneka Pakistan. Kini mereka masih berada di penjara thagut Pakistan dan menjalani persidangan. (dbs/arrahmah.com)
Al Qaeda minta Pangeran Saudi mengusir non-Muslim
Selasa, 30 Agustus 2011 19:02:22
Syaikh Ibrahim al-Rubeish, mantan tahanan Guantanamo, mengalamatkan pesan suaranya untuk Pangeran Nayef bin Abdulaziz dengan tujuh syarat untuk mengubah negara Teluk konservatif itu dan untuk ‘menyelamatkan’ nyawa sang pangeran itu sendiri.
Salah satu syaratnya adalah mengusir non-Muslim dari Teluk Arab, serta mencabut semua hukum buatan manusia dan menegakkan pemerintahan yang mengimplementasikan Syariat Islam.
Syarat lainnya adalah pembebasan para tahanan politik, memberikan perlindungan bagi para da’i untuk berdakwah, dan berhenti menjadikan mereka yang meminta pemerintah untuk mendukung aktivitas jihad di Irak dan Palestina sebagai musuh negara.
“Inilah jalan yang harus dilalui. Jika anda melakukan semua ini, saya akan menjamin bahwa mujahidin tidak akan menyiapkan jebakan lain untuk anda dan anda akan tidur dengan nyenyak di kamar anda, serta pergi kemana pun anda inginkan tanpa rasa takut,” ungkap Syaikh Rubeish dalam pesan tersebut.
Sementara itu, Pangeran Nayef berkomentar, dikutip oleh harian Saudi, Al-Eqtissadiya, pada hari Senin (29/8/2011), “terorisme akan tetap menjadi ancaman bagi kerajaan.”
“Kami akan terus menjadi target para teroris yang berusaha untuk menyerang kami, dan mereka didukung oleh berbagai kelompok.”
Pemerintah Afghan bocorkan pembicaraan damai AS dengan Taliban?
Pakistan tidak disertakan dalam perundingan, ungkap laporan Associated Press yang kemudian dikonfirmasi oleh pejabat senior kontra-terorisme AS yang berbicara kepada berbagai media AS.
Menurut laporan AP, mujahidin Taliban juga ingin Pakistan tidak disertakan dalam pembicaraan dan telah meminta Amerika untuk tidak berbagi rincian pertemuan dengan Islamabad.
Masih dalam laporan yang diterbitkan oleh AP, Amerika Serikat tetap mengadakan pertemuan terpisah dengan Pakistan untuk menilai bagaimana mereka akan bereaksi terhadap kesepakatannya dengan Taliban. Amerika yakin bahwa pemimpin mujahidin Taliban bersembunyi di Pakistan.
Sebagai bagian dari upaya ini, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri AS, Senator John Kerry, telah bertemu Kepala Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Ashfaq Pervez Kayani, di negara Teluk bulan lalu.
Dalam pertemuan maraton delapan jam itu, pembicaraan damai dengan mujahidin Afghanistan menjadi topik utama, klaim laporan itu. AS meminta Pakistan memberikan peran yang lebih besar dalam mewujudkan ‘perdamaian’ di Afghanistan.
Menurut klaim laporan itu, AS bertemu setidaknya tiga kali dengan perantara pribadi Mullah Mohammed Omar, Tayyab Aga, yang kini bersembunyi di Eropa karena takut hidupnya terancam. Pemerintah Afghanistan, yang marah pada Washington atas keputusan untuk melakukan perundingan diam-diam dengan utusan Taliban, sengaja membocorkan rincian pembicaraan tersebut.
Kebocoran ini berasal dari rasa takut Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, bahwa perundingan AS-Taliban akan melemahkan kekuasaannya.
Namun, para pejabat AS mengatakan bahwa Washington akan terus melanjutkan negosiasi, meskipun ia tidak memiliki kontak langsung dengan Aga dalam beberapa bulan ini.
AS, seperti dikutip Dawn.com, mengklaim telah menawarkan konsesi kecil bagi mujahidin Taliban sebelum kebocoran itu terjadi. Dalam pembicaraan itupun, AS menjamin Aga aman bepergian ke Jerman. AS dan Taliban juga membahas pembebasan seorang tentara AS ditangkap oleh mujahidin Taliban.
Seorang anggota Dewan Perdamaian Afghanistan Tinggi mengatakan pada AP bahwa kebocoran itu menunjukkan adanya ketidakpercayaan antara pemain utama (AS dan Afghanistan). Dia mengatakan Amerika Serikat, Pemerintah Afghanistan, Dewan Tinggi Perdamaian, serta Dewan Keamanan Nasional Afghanistan masing-masing memiliki rahasia sendiri, sehingga pembicaraan tidak terkoordinasi dengan baik. (althaf/arrahmah.com)
Pemerintah bantah minta maaf atas kekeliruan sidang Itsbat
Selasa, 30 Agustus 2011 21:10:16
Hits: 1769
Kabar terebut dibantah tegas oleh Kementerian Agama. Tuduhan tersebut sama sekali tidak berdasarkan fakta. “Itu sama sekali tidak benar,” kata Dirjen Bimas Islam Kemenag, Nasaruddin Umar, Selasa (30/8).
Pemerintah, kata Nasaruddin, kini tengah berkoordinasi dengan pihak berwajib melacak sumber awal mula peredaran kabar tersebut. Ia mensinyalir ada kekuatan dan gerakan yang sengaja memprovokasi umat. Tindakan tersebut dinilai tidak bertanggungjawab.
Ia pun mengimbau segenap umat agar menahan diri dan tidak terprovokasi. Kabar-kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sepatutnya tidak dipercayai. “Pemerintah menegaskan tetap memegang hasil keputusan itsbat kemarin yang menetapkan 1 Syawal jatuh besok, Rabu (31/8),” kata Nasaruddin.
Sebelumnya, marak beredar di jejaring sosial dan Blackberry Messenger (BBM) pesan yang menyatakan pemerintah meminta maaf menyusul kekeliuran dalam penetapan 1 Syawal 1432 H.
Pesan itu berbunyi: “Hilal terlihat Subuh tadi! Semalam hilal tertutup Venus! Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Mesir, Qatar, Bahrain, Yordania, dan Uni Emirat Arab lebaran pada hari ini. Hukum orang yang berpuasa pada 1 Syawal adalah haram! Pemerintah akhirnya mengakui bahwa Hari Raya Idul Fitri di tetapkan pada hari ini, 30 Agustus 2011. Di Saudi Arabia, Malaysia, Jepang, Belanda, Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lainnya serempak menjalankan shalat Ied/Hari Raya Idul Fitri hari ini. Hadits: “Apabila ‘takbiran’ sudah berkumandang maka haram baginya yang masih berpuasa.” Subhanallah, agama bukan permainan perdebatan. If you care, forward this broadcast message. Sorry for BBM, I care about Islam. Lanjutkan terus BBM ini biar sampai ke pemerintah biar tahu kalau mereka membuat kesalahan fatal! Thank you.”
Janganlah Membenci Neraka
Janganlah Membenci Neraka
Sejauh pengetahuan, di alam akhirat hanya ada dua tempat kembali. Pertama adalah neraka. Di sinilah pada hakekatnya manusia berada yang karenanya manusia lebih tepat disebut sebagai calon-calon ahli neraka daripada ahli surga (Jannah). Sementara tempat kembali yang kedua adalah surga atau Jannah.
“Sungguh bukanlah seseorang itu masuk al jannah karena amalannya. Para shahabat bertanya: “Demikian juga engkau wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam?” Beliau berkata: “Demikian juga saya, melainkan Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat-Nya kepadaku. (HR. Al Bukhari no. 6463 dan Muslim no. 2816).
Ketika bercerita tentang surga, kurasa kita akan lebih antusias mendengarkan dan menyimaknya. Anganpun mulai membayang-bayangkan betapa bahagianya di sana. Namun sebaliknya, ketika kita mendengar neraka, seolah-olah hanya mendengar namanya saja kita enggan membicarakannya. Boleh jadi kita membencinya. Bahkan tak jarang diantara kita yang berangan-angan agar Allah SWT memusnahkannya saja (bc: neraka_pen).
Namun kita perlu ingat perkataan Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat ayat 49 bahwa “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.
Jika kita membenci keberadaan neraka, maka sebenarnya kita akan meniadakan setengah dari keadilan. Sesungguhnya, di dalam neraka terdapat refleksi setengah keadilan. Dan di dalam surga terdapat refleksi setengahnya lagi. Jika neraka dihapuskan begitu saja, lalu kenapa manusia harus diperintahkan untuk selalu taat kepada perintah Allah SWT...? wallahu a'lam.
Semoga kita dihindarkan dari neraka.
ا تسخَط جهنَّم .. فهي تُمَثِّلُ نصفَ العدل .. والجنَّةُ تُمثلُ النصفَ الآخر منه
Abdul Mun’im Mushtofa Halimah “Abu Basheer Ath Thurtusi” (sumber di sini).
Selasa, 30 Agustus 2011
"Belanja di Rabbani dilarang pake kerudung"
Jum'at, 30 Agustus 2011 12:54:27
Hits: 2524
Spanduk tersebut juga terlihat di gerai Rabbani di Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat. Pada gerai di Kota Belimbing, spanduk tersebut mendapatkan reaksi yang keras dari sekelompok organisasi Islam yang mengaku tersinggung dengan spanduk rabbani. Bahkan ormas tersebut memperingatkan jika spanduk tak diturunkan maka akan melakukan tindakan tegas.
Ormas tersebut melalui pesan singkat kepada manajemen Rabbani berisi permintaan untuk menurunkan spanduk yang dianggap telah melecehkan kaum muslimah, bahkan gara-gara spanduk itu sebagian pelanggan Rabbani bukannya tertarik untuk membeli seperti niat awal pemasangan spanduk promosi tersebut, tetapi malah enggan untuk menyambangi toko.
Marketing Coomunication Rabbani, Tito Tjiptono mengungkapakan terdapat kesalah pahaman. Ia menjelaskan pada kenyataannya Rabbani adalah perusahaan produsen Jilbab, yang sudah mengkampanyekan pemakaian jilbab kepada muslimah.
“Mana mungkin kita melarang perempuan berjilbab untuk datang ke toko jilbab kita,” katanya.
Tito menjelaskan bahwa spanduk tersebut merupakan sebuah strategi marketing Rabbani, ditambah dengan gambar yaitu 2 buah gambar, yang pertama memvisualisasikan tangan yang memegang kerudung dengan tanda silang merah, yang berarti tidak boleh bayar menggunakan kerudung, alias barter. Gambar kedua memvisualisasikan tangan yang memegang uang rupiah dengan tanda check list merah, yang berarti boleh membayar menggunakan uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di negara ini.
Tito mengatakan bahwa spanduk tersebut merupakan himbauan kepada pelanggan yang berarti dilarang membeli produk Rabbani dengan sebuah kerudung, atau membarter kerudung dengan kerudung, melainkan pelanggan harus membayarnya dengan uang. Namun sepertinya hal tersebut dimaknai lain oleh sejumlah orang.
“Kami juga telah mengkonsultasikan kata-kata tersebut dengan sejumlah ulama, dan jika dianggap tidak layak, mengapa pemerintah daerah mengizinkan kami memasang spanduk tersebut, dan kami harus membayarnya,” jelas Tito.
Kata-kata di spanduk tersebut pada dasarnya merupakan pemanasan untuk program promosi Rabbani usai Ramadhan, yakni pengunjung bisa menukarkan jilbab lama, dengan jilbab baru.
Spanduk dengan kata-kata “Selama Ramadan, Belanja Di Rabbani Di Larang Pake Kerudung,” merupakan warming up dari promo untuk pascaramadan. Tito membuktikan pembenaran alasannya dengan mengungkapkan bahwa hingga kini pihak Rabbani tidak pernah melarang perempuan berjilbab untuk datang ke tokonya.
Ancaman seperti itu bukan yang pertama kalinya diterima oleh Rabbani. Sebelumnya di kota Semarang, Jawa Barat, ormas Islam yang sama juga memperingatkan hal yang sama. Pihak Rabbani lalu mengadakan pertemuan dengan organisasi tersebut, dan meluruskan permasalahannya. kini, kerusuhan lebih lanjut pun dapat dihindari.
Mengenai ancaman di Depok, menurut Tito pihaknya tengah mendalami hal tersebut, dan coba meluruskan permasalahan, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari. Ia juga mengklain bahwa pihaknya sudah mendatangi Polres Depok untuk membereskan masalah tersebut.
Kepala Intelijen Afghanistan di Eksekusi Taliban
Mayat Naqibullah, yang diculik tiga hari lalu, ditemukan di wilayah Katar Qara, kata kepala distrik Zalmay Yousufzai kepada agen beria Pajhwok Afghan News. Para tetua suku kemudian mengambil mayat tersebut dan menyerahkan kepada keluarganya.
Juru bicara Taliban, Zabihuallah Mujahid, mengatakan Naqibullah disandera oleh dua pejuang, kemudian dia dibunuh.
Dalam insiden lain, lima agen intelijen terluka saat kendaraan yang mereka tumpangi menghantam ranjau di wilayah Borgee, distrik Dwa Manda, propinsi Khost. Kepala polisi distrik, Letnan Hamidullah, mengatakan tidak ada yang ditahan sejauh ini terkait ledakan ranjau tersebut.
Seperti biasanya, Taliban mengklaim bertanggung jawab atas ledakan tersebut, Zabihuallah Mujahid mengatakan enam pejabat intelijen tewas dalam insiden tersebut. [muslimdaily.net/pajhwok]
Kisah Umar dan Sepotong Kain
Ada sebuah kisah tentang seseorang yang bekerja di sebuah instansi negara di negeri ini. Ketika baru beberapa pekan dia bekerja di instansi tersebut, ia ditegur oleh atasannya karena yang bersangkutan memakai celana sedikit di atas mata kaki. Hanya beberapa centimeter saja di atas mata kaki. Sang atasan memanggil yang bersangkutan karena karyawan-karyawan lainnya mulai banyak membicarakan yang bersangkutan. Oleh atasannya, orang itu ditanya dengan sopan,”Kenapa mas fulan memakai celana yang sepertinya di atas mata kaki yang orang-orang menyebutnya celana ngatung?”
Seseorang tersebut pun tersenyum mendengar pertanyaan dari atasannya. Ia kemudian menjelaskan sedikit demi sedikit alasannya kenapa ia mengenakan celana yang sedikit sekali di atas mata kaki. Mendengar penjelasan orang itu, sang atasan pun memaklumi dan menasehatkan agar mempertahankannya.
Sekitar ribuan tahun silam, ada kisah menarik tentang sepotong kain di zaman Umar bin Khattab RA mendekati ajal. Ketika itu, Umar bin Khattab RA berada di hari menjelang kematiannya. Keadaan Umar benar-benar berada dalam keadaan yang parah dan kepayahan. Sampai-sampai ada sebagian kaum muslimin yang berkata, "Aku khawatir ia akan tewas."
Setelah itu, dibawakanlah kepada Umar minuman nabidz agar diminum oleh beliau. Beliau pun langsung meminumnya, namun minuman tersebut keluar kembali dari lubang tikaman di perutnya.
Kemudian dibawakan kepada beliau susu dan beliau pun meminumnya. Lagi-lagi, susu tersebut juga keluar dari perutnya yang ditikam.
Dalam kondisi Umar yang seperti itu, tiba-tiba datang seorang pemuda dan berkata kepada beliau “Bergembirahlah wahai amirul mu’minin dengan berita gembira dari Allah untukmu, engkau adalah sahabat Rasulullah, pendahulu Islam, engkau adalah pemimpin dan engkau berlaku adil, kemudian engkau diberikan Allah syahadah (mati syahid)," Umar lalu menjawab “Aku berharap seluruh perkara yang engkau sebutkan tadi cukup untukku, tidak lebih ataupun kurang." Tatkala pemuda itu berbalik ternyata pakaiannya terjulur hingga menyentuh lantai (bahasa kerennya isbal_pen).
Umar lantas memanggil pemuda itu dan berkata, “Wahai saudaraku, angkatlah pakaianmu! Sesungguhnya hal itu akan lebih bersih bagi pakaianmu dan lebih menaikkan ketaqwaanmu kepada Rabbmu”, [Lihat kisahnya di Al-Bidayah Wan Nihayah tulisan Ibnu Katsir].
Di tengah keadaan yang cukup kepayahan menjelang sakaratul maut, Umar masih sempat mengingatkan seorang pemuda tentang gaya pakaiannya. Terdenger remeh memang, tetapi hikmahnya adalah betapa Umar RA tidak pernah menganggap remeh setiap permasalahan pun. Atau justru sebaliknya, justru itulah pesan Umar terakhir yang penting karena biasanya orang banyak berpesan hal-hal yang penting menjelang kematiannya. Barangkali di mata Umar, persoalan pakaian bukanlah persoalan remeh temeh namun juga tetap penting dan perlu diperhatikan. Wallahu a'lam.
Ketiadaan Khilafah, 'Idul Fitri 1432 H Berpotensi Berbeda Lagi, Haruskah Selalu Berulang?
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset) maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.
Antara Islam Dan Kebudayaan Candi
PENDAHULUANSalah satu upaya yang dilakukan oleh orientalis dalam menyingkirkan pengaruh dan peranan Islam dalam suatu masyarakat adalah melalui nativisasi. Nativisasi ini secara sederhana dapat didefinisikan sebagai usaha yang sistematis maupun tidak yang dijalankan untuk menghilangkan peran kesejarahan Islam dan umatnya dari suatu negeri dengan cara mengangkat budaya lokal setempat. Keberadaan “budaya lokal” setempat yang diangkat itu sendiri, dalam arus nativisasi, bukan merupakan hal yang telah final, melainkan melalui proses rancang ulang yang tidak jarang merupakan hasil rekayasa belaka. Tujuan utama dari program ini adalah memarginalkan peran Islam, lantas menempatkannya sebagai “pengaruh asing” yang diposisikan berseberangan dengan “agama asli” pribumi. Bukan dalam rangka mengangkat budaya pribumi itu sendiri, melainkan lebih banyak dilakukan untuk kepentingan lain yang bersifat hegemonik, termasuk kristenisasi.
Salah satu contoh yang jelas dari proses nativisasi misalnya adalah identifikasi Mesir dengan peradaban Piramida. Dalam diskursus ini direkayasa bahwa Mesir menjadi besar karena budaya Piramid dan bukannya karena kedatangan Islam. Peranan Islam di masa lalu coba digantikan dengan peranan semu yang dilakukan oleh para Fir’aun dari masa yang jauh lebih kuno. Dalam pada ini, Islam hanya diposisikan telah meninggalkan peradaban yang tidak signifikan bagi kemajuan. Mesir menjadi maju karena mewarisi kebesaran dan semangat dari Fir’aun yang berhasil membina sejumlah bangunan monumental.
Di Indonesia, proses nativisasi ini juga dijalankan oleh para orientalis dan misionaris. Mulai dari pengaburan sejarah terkait peran ulama dan pahlawan Islam hingga pemunculan sejumlah aliran kebatinan yang tidak sepenuhnya “original”. Pada beberapa kasus bahkan bersifat mekanistis karena terbentuk melalui melalui proses rekayasa. Sejajar dengan bangunan Piramida di Mesir, di Indonesia kaum orientalis berusaha mengangkat kebudayaan candi sebagai kebudayaan asli Indonesia yang dianggap jauh lebih bermakna daripada warisan tradisi Islam.
Diskursus tentang kebudayaan candi dan upaya marginalisasi Islam dengan memanfaatkan isu ini rasanya menarik untuk dikaji. Tulisan ini disajikan untuk menjembatani wujud pewacanaan yang dimaksud. Pada giliran selanjutnya, besar harapan penulis akan menjadi pemantik bagi proses pengembangan kajian selanjutnya.
KEBUDAYAAN YANG DILUPAKAN
Kebudayaan candi sebenarnya merupakan kebudayaan yang pernah mati dan hilang dari ingatan publik masyarakat di nusantara. Usaha mengangkat kembali, candi sebagai peninggalan leluhur yang adi luhung seringkali tidak sepi dari motif dan kepentingan tertentu. Diantaranya berusaha memarginalkan peran Islam di nusantara sebagai pijakan untuk melaksanakan misi kristenisasi melalui pendekatannya untuk menemukan titik temu antara kejawen dan Kristen. Tulisan Bambang Noorsena, tokoh Kristen Orthodoks Syria, merupakan salah satu wujud dari karya yang bersifat demikian. Dalam bukunya Noorsena membuat klaim sebagai berikut:
“ …. Serat Wedhatama mengistilahkan sembah raga yang masih harus ditingkatkan pada tahapan yang lebih halus: sembah cipta, sembah kalbu, dan sembah rasa. Suatu penjawaan dari jalan-jalan pendakian tasawuf syari’ah, Tariqah, Haqiqah, dan Ma’rifah, yang terlebih dahulu sudah dirasuki mistik Hindhu-Budha.
Penggambaran tahap-tahap pendakian mistik ini, mudah dilacak dari berbagai peninggalan bersejarah di tanah air kita. Hal ini membuktikan betapa kuat meresapnya jejak-jejak mistik Hindu, Buddha, dan Islam, yang berpadu dengan unsur agama asli. Monumen stupa Borobudur dan Masjid Demak merupakan contoh pengabadian bangunan punden berundak dari masa megalitikum. Bangunan stupa Borobudur disebut dari bawah: Kamadatu (alam keinginan), rupadatu (alam rupa), dan arupadatu (alam tanpa rupa) sejajar dengan masjid Demak bersusun tiga yang melambangkan Syari’ah, tariqah, dan haqiqah. Sedangkan tujuan tertinggi dari perjalanan mistik digambarkan dengan makuta di ujung atas masjid yang semotif dengan stupa teratas Borobudur yang dulu kosong karena menggambarkan keabadian alam Buddha (sunya).”[1]
Dalam kutipan di atas, nampaknya Bambang Noorsena menggambarkan bahwa sejumlah tradisi Islam telah mengalami penjawaan sedemikian rupa dengan masuknya unsur-unsur agama Jawa asli setelah sebelumnya dirasuki mistik Hindhu dan Buddha. Dengan demikian Islam dalam sejumlah karya sastra Jawa tersebut oleh Bambang Noorsena ditempatkan sebagai entitas yang sepenuhnya tunduk terhadap agama asli Jawa. Noorsena kemudian berusaha membuktikan bahwa jejak-jejak perpaduan agama itu dapat dilacak pada sejumlah peninggalan sejarah di tanah air termasuk Candi Borobudur dan Masjid Demak.
Argumentasi Bambang Noorsena bahwa keempat jalan pendakian tasawuf Islam telah direduksi oleh pengaruh mistik Hindu dan Buddha dengan mengambil bukti pendukung berupa Candi Borobudur dan Masjid Demak, jelas merupakan rasionalisasi yang kurang tepat. Tentang Borobudur, misalnya, candi yang dianggap sebagai warisan bangsa Indonesia ini memang seringkali ditempatkan sebagai bukti bahwa Budhisme pernah sedemikian kuat pengaruhnya bagi sebagian masyarakat Jawa. Sampai pada titik ini tidak terlalu ada masalah. Namun kemudian justru kenyataan ini dimanfaatkan sebagai justifikasi bahwa Budhisme masih memainkan peran hingga pada masa kini dengan bukti Borobudur ini. Termasuk memposisikan ajaran Islam di Jawa yang dianggap telah tereduksi oleh semangat Budhisme karena masih mengadopsi ciri-ciri arsitektural yang sama. Jelas ini adalah proses untuk menempatkan posisi generasi mendatang dengan “ingatan” yang dibentuk dengan sebuah “kelupaan sejarah”.
Borobudur sendiri sebenarnya telah pernah lenyap dari ingatan kolektif penduduk nusantara. Soediman, seorang Pengajar di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada serta pernah menjabat sebagai Pimpinan Harian Kantor Pelaksana Proyek Pemugaran Candi Borobudur, mengungkapkan bahwa Borobudur baru diketemukan kembali pada tahun 1814 setelah kira-kira delapan abad dilupakan orang dan terpendam di dalam tanah. Pada waktu diketemukan candi ini berada dalam keadaan menyedihkan.[2] Candi ini telah berujud menjadi sebuah gunung kecil atau bukit yang ditutupi oleh semak belukar. Di gunung tersebut banyak ditemukan potongan-potongan arca oleh penduduk setempat yang pemberani. Sedangkan umumnya penduduk saat itu justru takut untuk datang ke gunung yang kemudian diketahui sebagai Borobudur. Penyebabnya, masyarakat era itu menganggap bahwa gunung tersebut sebagai tempat angker dan berbahaya. Hingga tahun1814, Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, mendengar berita penemuan sejumlah potongan arca di gunung tersebut.
Pada tahun 1900 M di bawah pemerintah Hindia Belanda maka dilakukan perawatan terhadap “bukit” yang ditemukan. Semak belukar dan tanah yang mengurugnya mulai dibersihkan dan ditemukanlah struktur bangunan candi. Sebagian besar ditemukan dalam kondisi yang sudah rusak parah. Baru pada yahun 1907 dilakukan pemugaran yang dipimpin oleh Theodore Van Erp, seorang perwira Zeni Angkatan Darat Kerajaan Belanda. Perbaikan di bawah pimpinan Van Erp ini berlangsung antara 1907 sampai 1911. Pemugaran ini pun hanya sampai memasang beberapa buah gapura, sementara dinding lorong pertama dan kedua tetap dibiarkan miring, serta pagar langkannya masih banyak yang menganga.[3] Pada era ini Candi Borobudur pun belum bisa diperkenalkan kepada publik secara luas dengan alasan keamanan bangunan.
Dengan mencermati sejarah “penemuan kembali” Candi Borobudur ini, maka muncul pertanyaan baru, Apakah layak mendasarkan sebuah teori bahwa ajaran Buddha sedemikian kuatnya berpengaruh dengan menggunakan contoh Candi Borobudur yang disejajarkan dengan bangunan Masjid Demak? Sementara diketahui bahwa Candi Borobudur telah “hilang” selama 8 (delapan) abad sebelumnya. Boleh dikatakan bahwa “kelupaan sejarah” terhadap Candi Borobudur ini bahkan telah berlangsung melewati masa Majapahit dan Kesultanan Demak. Belum lagi jika kita harus memperhitungkan lagi proses pemugaran pasca ditemukan kembali hingga layak diperkenalkan kepada publik yang memakan waktu lebih dari satu abad sendiri.
Jadi, Borobudur sendiri sebenarnya telah “pernah mati” dalam alam pikiran orang Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan publik masyarakat Jawa terhadap simbol kebesaran masa lalu berupa ajaran Budha ini tidak terlalu mendalam atau bahkan tidak ada. Hanya merupakan sapuan cat yang mudah terkelupas dari sepotong kayu. Kebesaran masa lalu yang terlalu diagung-agungkan dengan melupakan kenyataan sejarah yang lebih besar. Sebuah bukti bahwa “keagungan” masa lalu bisa dibangkitkan kembali dengan menjajah ruang kesadaran kita. Oleh karena itu menghubungkan antara tingkatan yang ada dalam Candi Borobudur dengan tingkatan pada masjid Demak, sebagaimana pengutipan yang dilakukan oleh Bambang Noorsena, rasanya merupakan tindakan yang ahistoris dan mengada-ada.
Buku “Sejarah Nasional Indonesia” yang menjadi rujukan standar dalam penulisan sejarah tentang Indonesia juga mengungkapkan fenomena yang sama. Dikatakan bahwa beberapa masjid kuno memiliki pola lengkung mirip kalamakara dalam mihrabnya. Beberapa bangunannya mengingatkan pada seni bangunan candi, yaitu menyerupai meru pada jaman Hindhu. Juga beberapa detail lainnya. Namun buku tersebut sama sekali tidak membuat konklusi gegabah bahwa proses adopsi maupun adaptasi bangunan fisik akan selalu diikuti dengan proses yang sama terhadap nilai “bathin” yang dimilikinya. Menariknya, kesimpulan buku tersebut justru mengungkapkan bahwa Islamisasi yang dilakukan melalui seni bangunan dan seni ukir pada sejumlah bangunan Islam justru menunjukkan bahwa proses pengislaman tersebut dilakukan dengan damai. Kecuali itu dari segi ilmu jiwa dan taktik, menurut buku tersebut, penerusan tradisi bangunan dan seni ukir pra Islam merupakan alat Islamisasi yang sangat bijaksana yang mudah menarik orang-orang bukan Islam secara perlahan memeluk Islam sebagai pedoman hidup barunya.[4] Dengan istilah lain, inilah salah satu bukti titik temu yang sulit dibantah antara Islam dan Jawa.
Untuk lebih mendalami persoalan ini, akan semakin menarik jika mencermati analogi yang dikemukakan Prof. Dr. Syed Muhammad Naguib Al Attas, pakar kebudayaan Melayu, sebagai berikut:
Sebagaimana si Ali berpakaian chara Barat memang nampak pengaruh Barat pada zahir dirinya, dengan tiada semestinya bererti bahwa batin dirinya itupun terpengaruh oleh kebudayaan Barat, begitulah juga fakta-fakta sejarah yang zahir pada sesuatu masharakat dan kebudayaannya tiada semestinya membayangkan sifat batin masharakat dan kebudayaan itu.[5]
Jadi, sejumlah bangunan Islam di Jawa yang menampilkan sebagian corak dari masa lalu tidak berarti mewarisi pola “batin” yang sama. Kesamaan pada sejumlah detail pola bangunan Hindhu dan Budha, tidak lantas menjadi bukti bahwa Islam telah mewarisi ajaran mistik kedua agama tersebut. Kesimpulan Noorsena tersebut seperti halnya bangunan gereja-gereja kuno, baik di Timur dan di Barat, seringkali memiliki detail bangunan dan menggunakan simbol-simbol yang sama yang sama dengan bangunan penganut paganisme yang ada disekitar pertumbuhan umat Kristen. Salib adalah simbol yang sama pernah dipakai oleh sejumlah ajaran pagan sebelum masa Kristen. Bukan hanya terbatas pada simbolnya, bahkan cerita-cerita seputar salib dari agama penyembah berhala tersebut hampir sama dengan detail dan ajaran dalam kekristenan. Jika didasarkan dengan hal tersebut kemudian disimpulkan bahwa “Kristen telah mewarisi tradisi mistik kaum pagan”, dimanakah posisi keberterimaan Bambang Noorsena ? Tetap konsistenkah ia dengan analogi yang diyakininya?
Jika Borobudur merupakan candi Agama Budha, maka Candi Prambanan sebagai candi bercorak Hindhu juga mengalami nasib yang kurang lebih sama. Candi Hindhu ini ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1797, ketika penguasa Belanda membangun markas di Klaten. Sebelumnya tidak ada gambaran bahwa disekitar tempat pembangunan markas tersebut terdapat kompleks bangunan kuno tersebut. Hal ini terjadi karena sebagian besar bangunan telah tertutupi dengan tanaman-tanaman keras. Penduduk sekitar juga menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat pembuangan sampah. Sehingga kesulitan utama yang dihadapi oleh Belanda ketika hendak membangun kembali peninggalan Hindhu tersebut adalah menyingkirkan tanaman dan sampah yang terlanjur menutupi badan bangunan batu tersebut. Sejumlah bangunan batu yang lain yang lebih utuh memang ada yang digunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat pemujaan. Pemujaan yang dilakukan tentu saja bukan berasal dari tradisi Hindhu, melainkan lebih mirip ritual penyembahan terhadap batu dan pepohonan yang berasal dari kebudayaan punden berundak-undak. Sejumlah arca yang sempat ditemukan dilokasi tersebut selalu menjadi barang dagangan yang diminati oleh orang-orang asing. Sementara penduduk sekitar kompleks candi tersebut – terutama yang berprofesi sebagai pedagang – cenderung mengabaikan dengan menjadikannya sebagai “peluang” mendapatkan uang.[6]
Candi-candi lainnya secara umum memiliki nasib yang hampir serupa. Ditemukan sebagai reruntuhan yang diabaikan, tertutup oleh sejumlah pepohonan dengan tanpa perawatan, terkubur dalam tanah, atau terbengkelai memuing sehingga sukar direkonstruksi ulang hingga hari ini. Sebagian besar candi itu umumnya ditemukan kembali setelah melalui proses penggalian. Untuk selanjutnya dipopulerkan oleh kalangan akademisi orientalis maupun misionaris. Bukan dengan tujuan untuk bersimpati secara penuh terhadap wujud kebudayaan ini, melainkan untuk kepentingan lain yang akan dijelaskan selanjutnya.
ELIT YANG BERJARAK DARI RAKYAT
Saat ini kita hidup dalam era dimana kebudayaan candi merupakan salah satu khazanah warisan masa lalu yang dalam sejumlah aspek dianggap sebagai bagian dari kebesaran masa lalu. Pertanyaan yang menggelitik untuk diajukan adalah “mengapa kebudayaan candi ini kemudian pernah ditinggalkan oleh masyarakat?”. Pada tingkatan yang lebih ekstrim bahkan budaya tutur tentang warisan kuno ini ternyata juga tidak menjadi bagian dari budaya lesan yang berkembang di antara masyarakat Jawa pada masa lalu. Kenyataan ini, tentu mengherankan bagi kita. Bagaimana mungkin, jika benar kebudayaan Candi merupakan warisan budaya yang tidak terpisah dari masyarakat, justru pada saat yang sama dilupakan oleh masyarakat tanpa berbekas sama sekali sampai wujud bangunannya direkonstruksi ulang dan diperkenalkan kembali kepada khalayak.
Realitas bahwa pernah terjadi proses “kelupaan” terhadap budaya candi ini menimbulkan sejumlah spekulasi dalam merunut peyebabnya. Dr. I. Groneman, seorang orientalis, membangun teorinya bahwa kerusakan candi ini terjadi murni akibat kejadian alamiah seperti gempa bumi, erupsi vulkanik, tanaman parasit yang merusak pondasi, dan sejumlah peristiwa lainnya. Groneman juga menyalahkan kebodohan rakyat sebagai penyebab mereka kurang menghargai produk agung warisan dari masa lampau.[7] Wacana yang dihasung Groneman ini hanya sampai pada tataran menjelaskan bagaimana hilangnya candi akibat proses alamiah yang berjalan, namun kurang menyentuh aspek kemanusiaan yang lebih konkret. Sebab jika penyebabnya adalah kebodohan manusia, justru hal ini bisa menjadi lahan subur dan sekaligus pemantik untuk pemujaan terhadap bangunan kuno. Dengan demikian tidak mampu menjelaskan mengapa kebudayaan candi ditinggalkan oleh masyarakat atau rakyat kerajaan Budha atau Hindhu.
Sejumlah cerita babad di Jawa yang vulgar mendapat pengaruh pemikiran Belanda berusaha menggambarkan bahwa terjadinya “kelupaan” sejarah terhadap kebudayaan candi ini adalah akibat pengaruh kedatangan Islam. Islam juga dianggap turut memberikan kerusakan terhadap sejumlah bangunan monumental di tanah Jawa. Prof. Dr. Denys Lombard, seorang akademisi dan pakar simbologi Perancis, mengakui kenyataan bahwa terdapat sejumlah tuduhan orientalis terhadap Islam sebagai penyebab kehancuran sejumlah candi. Lombard sendiri membantah dengan menyatakan bahwa hampir tidak pernah ada monumen yang dihancurkan atas prakarsa pihak Islam. Candi-candi di Jawa secara umum telah menjadi reruntuhan sementara Hindhuisme masih menjadi agama mayoritas. Kedatangan Islam di Indonesia memang bersamaan waktu dengan terputusnya secara radikal tradisi-tradisi arsitektural yang telah berkembang di Jawa selama lebih delapan abad. Beberapa sejarawan Eropa berusaha menggarisbawahi bahwa Islam merupakan agama yang bersifat “mematikan” bagi kebudayaan lokal ini. Namun mereka lupa bahwa di Semenanjung Indochina, tempat dimana Islam tidak berhasil berkembang, pembangunan candi-candi besar juga telah berhenti sebagaimana yang terjadi di Jawa.[8]
Denys Lombard menggarisbawahi bahwa keruntuhan kerajaan-kerajaan Hindhu di Jawa dan penghentian pembangunan gedung-gedung batu berskala besar lebih banyak disebabkan karena kerajaan Budha dan Hindhu mengalami kemunduran karena mulai ditinggalkan oleh rakyatnya sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih memilih untuk tinggal di kota-kota pelabuhan atau wilayah sekitarnya.[9] Pola masyarakat agraris juga mulai bergeser menjadi masyarakat bisnis sehingga daerah pedalaman yang menjadi pusat kerajaan Hindhu atau Budha dinilai kurang kondusif lagi bagi gaya hidup mereka yang baru. Dengan demikian proses “kelupaan” terhadap pembangunan dan pemeliharaan candi di Jawa penyebab utamanya adalah kerajaan sebagai inisiator utama telah ditinggalkan oleh sebagian besar rakyatnya.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa kerajaan Budha dan Hindhu itu ditinggalkan oleh masyarakatnya? Drs. R. Moh. Ali, Kepala Arsip Nasional dan Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (UNPAD), yang dikutip oleh Prof. Dr. Ahmad Mansur Suryanegara, senada dengan Denys Lombard, menyatakan bahwa kebudayaan candi justru merupakan salah satu penyebab terjadinya eksodus penduduk kerajaan Budha atau Hindhu dari dari pusat kekuasaan menuju daerah pesisir atau pelabuhan. Pembangunan sejumlah candi dan patung-patung besar biasanya merupakan proyek yang melibatkan masyarakat sekitar dalam prosesnya. Masyarakat tersebut terdiri dari kalangan petani yang mata pencahariannya lebih banyak berkutat pada bercocok tanam dan memelihara ternak. Sedangkan proyek pembuatan candi dan patung biasanya melibatkan rakyat yang digolongkan dalam kasta Sudra dan Paria tersebut dalam kerja bakti. Akibatnya kerja bakti tersebut menjadikan rakyat kecil menderita dan mata pencariannya terbengkelai. Dampaknya, mereka berusaha menyingkir dan meninggalkan wilayah pembangunan candi karena tidak ingin waktu dan tenaganya habis untuk memenuhi kewajiban kerja bakti kepada raja. Ketika Islam mulai masuk ke tanah Jawa, mereka bukan hanya meninggalkan keyakinan lamanya namun juga masuk Islam. Status sosialnya sebagai rakyat dengan kasta terendah (Sudra dan Paria) dengan sendirinya hilang setelah menganut agama Islam.[10] Sebab dalam Islam tidak dikenal adanya pembagian strata sosial yang diskriminatif sebagaimana terjadi dalam konsep kasta.
Jadi tanpa bermaksud meremehkan peran candi pada masa kini sebagai bagian dari khazanah warisan masa lalu, kebudayaan candi itu sendiri pada awalnya bukan merupakan kebudayaan yang murni milik “jiwa” masyarakat nusantara. Candi hanya berhenti sebagai milik kalangan elit kekuasaan yang terdiri dari kasta Brahmana dan Ksatriya saja. Sementara bagi kalangan rakyat jelata yang umumnya terdiri dari kasta Sudra dan Paria, candi merupakan simbol monumental sebuah proses penindasan oleh kalangan elit politis. Oleh karenanya, maka kebudayaan candi ini pada masa pembangunannya tidak menjadi bagian dari jiwa dan hati rakyat jelata. Apalagi diharapkan menjadi bagian dari kerohaniannya. Sehingga pada masa selanjutnya proses “kelupaan” terhadap tradisi ini menjadi hal yang sangat alamiah dan wajar. Realitas tentang penghargaan terhadap budaya candi pada era kini, sama halnya dengan bangunan monumental Tembok Besar di Cina yang menjadi kebanggaan negara tersebut tetapi sejarah masa lalunya –yang secara umum dilupakan orang – dibangun dengan pertaruhan jiwa rakyat yang terlibat dalam suatu proyek kerja paksa dengan korban yang tidak berbilang.
Sungguh tepat ungkapan Syed Muhammad Naguib Al-Attas, seorang pakar peradaban Melayu, bahwa peninggalan kesenian berupa tugu-tugu maupun candi-candi serta pahatan-pahatan batu yang menunjukkan kehalusan cita rasa seni tidak selalu menjadi ciri suatu peradaban yang bermutu tinggi. Kesenian memang merupakan salah satu ciri yang mensifatkan peradaban, namun pandangan hidup yang berdasarkan kesenian itu adalah semata-mata merupakan kebudayaan estetik, kebudayaan klasik, yang dalam penelitian konsep perabadan sejarah bukan menandakan suatu masyarakat yang memiliki sifat keluhuran budi dan akal serta pengetahuan ilmiah. Bahkan Sejarah telah memberikan pelajaran bahwa semakin indah dan rumit gaya senirupa, maka semakin menandakan kemerosotan aspek budi dan akal. Selanjutnya Al-Attas menunjukkan contoh Acropolis di Yunani, Persepolis di Iran, dan Piramid-piramid di Mesir yang sama sekali tidak menunjukkan peradaban dalam wujud ketinggian moralitas dan kemajuan pemikiran dari sebuah peradaban. Sebaliknya, Al-Attas menegaskan bahwa dalam menilai peranan dan kesan terhadap Islam, karakteristik yang harus dicari oleh mereka bukan pada peninggalan yang bersifat material seperti tugu dan candi melainkan pada bahasa dan tulisan yang sebenarnya lebih bersifat daya budi dan akal yang merangkum kemajuan pemikiran.[11]
Akhirnya, pengakuan seorang orientalis bernama T. Ceyler Young terkait tentang “kebudayaan asli” di negeri-negeri berpenduduk Islam patut dicermati bersama : “Di setiap negara yang kami masuki, kami gali tanahnya untuk membongkar peradaban-peradaban sebelum Islam. Tujuan kami bukanlah untuk mengembalikan umat Islam kepada akidah-akidah sebelum Islam tapi cukuplah bagi kami membuat mereka terombang-ambing antara memilih Islam atau peradaban-peradaban lama tersebut”.[12] Praktik mendekati budaya asli dengan kepentingan yang jauh berbeda dari sikap yang dipertunjukkan sebagaimana diakui Ceyler Young ini bukan merupakan strategi marginalisasi Islam yang aneh. Dapat dicatat bahwa Misionaris dan orientalis seperti Hendrik Kraemer (1888-1965) misalnya, ia berusaha mendekati dan mengkaji serta mengembangkan kebudayaan kejawen, namun bukan dilandasi simpati terhadap kebudayaan kejawen itu sendiri melainkan didorong oleh “keputus asaan” pasca terantuk kesulitan untuk menundukkan Islam di Jawa agar tersentuh oleh kegiatan misi penginjilan.[13] Hal yang sama juga berlaku pada sejumlah kajian orientalisme yang berusaha untuk mengembangkan diskursus “pribumi” untuk menyingkirkan peranan dan pengaruh Islam. “Pribumi” yang dimaksud tentu bukan dalam makna yang senyatanya, sebab kebudayaan Budha dan Hindhu pada dasarnya merupakan bagian dari proses yang oleh sejarawan disebut sebagai Indianisasi.
PENUTUP
Eksistensi kebudayaan candi – tanpa mengabaikan peran kekiniannya- merupakan salah satu kekayaan perbendaharaan budaya masa lalu nusantara. Akan tetapi mengangkat kebudayaan monumental ini sebagai warisan budaya adi luhung memang seharusnya dipaparkan kembali secara seimbang. Masyarakat seharusnya diberikan informasi yang sebenarnya bahwa mereka selama ini telah dikondisikan dalam bahasa-bahasa yang lebih bersifat jargon daripada menyentuh realitas. Sudah saatnya masyarakat insyaf bahwa kekayaan budaya yang berwujud demikian tidak selalu mewariskan cerminan kebudayaan yang menjunjung ketinggian moralitas dan kemajuan akal pemikiran yang menjadi ciri utama peradaban mulia.
Jadi pengembangan kebudayaan ini hendaknya diimbangi dengan informasi yang benar, bukannya terjebak dalam bahasa-bahasa slogan yang mengedepankan sikap manipulatif dan persuasif. Informasi yang seimbang akan membentuk masyarakat yang kritis dalam menilai dan tegas dalam memposisikan titik tolak pemikirannya. Termasuk dalam diskursus budaya candi yang sebenarnya merupakan wujud jauhnya keberpihakan elit politis dengan masyarakat kelas bawah yang menjadi tanggung jawabnya. Publikasi tentang kekayaan budaya hendaknya tidak dibarengi dengan pengorbanan yang terlampau besar dengan menurunnya intelijensi masyarakat akibat proses pembodohan yang berjalan sistematis tersebut. Jika proses mengingat kembali kebudayaan lama ini dianggap menjadi bagian dari pemahaman terhadap khazanah kekayaan budaya. Maka proses kelupaan terhadap “masa lalu” yang pernah berjalan secara alamiah mestinya juga merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri. Sehingga perlu juga dibuka secara jujur dan tidak ditutup-tutupi.
Sejarah Ahmad Deedat
Masa Kecil
Ahmed Hoosen Deedat lahir di daerah Surat, India, pada tahun 1918. Ia tidak dapat berkumpul dengan ayahnya sampai tahun 1926. Ayahnya adalah seorang penjahit yang karena profesinya hijrah berimigrasi ke Afrika Selatan tidak lama setelah kelahiran Ahmed Deedat.Tanpa pendidikan formal dan untuk menghindar dari kemiskinan yang sangat pedih, Ahmed Deedat pergi ke Afrika Selatan untuk dapat hidup bersama ayahnya pada tahun 1927. Perpisahan Deedat dengan ibunya pada tahun kepergiannya ke Afrika Selatan menyusul ayahnya itu adalah saat terakhir ia bertemu ibunya dalam keadaan hidup karena beliau meninggal beberapa bulan kemudian.
Di negeri yang asing, seorang anak laki-laki kecil berusia 9 tahun tanpa berbekal pendidikan formal dan penguasaan bahasa Inggris mulai menyiapkan peran yang harus dimainkannya berpuluh-puluh tahun kemudian tanpa disadarinya.
Dengan ketekunannya dalam belajar, anak laki-laki kecil tersebut tidak hanya dapat mengatasi hambatan bahasa, tetapi juga unggul di sekolahnya. Kegemaran Deedat membaca menolongnya untuk mendapatkan promosi sampai ia menyelesaikan standar 6. Kurangnya biaya menyebabkan sekolahnya tertunda dan di awal usia 16 tahun untuk pertama kalinya ia bekerja dalam bidang retail (eceran).
Yang terpenting dari ini semua adalah pada tahun 1936 sewaktu Ia bekerja pada toko muslim di dekat sebuah sekolah menengah Kristen di pantai selatan Natal. Penghinaan yang tak henti-hentinya dari siswa misionaris menantang Islam selama kunjungan mereka ke toko menanamkan dendam yang membara pada diri anak muda tersebut untuk melakukan aksi menghentikan propaganda mereka yang salah.
Mempelajari Alkitab
Ahmed Deedat menemukan sebuah buku berjudul Izharul-Haq yang berarti mengungkapkan kebenaran. Buku ini berisi teknik-teknik dan keberhasilan usaha-usaha umat Islam di India yang sangat besar dalam membalas gangguan misionaris Kristen selama penaklukan Inggris dan pemerintahan India. Secara khusus, ide untuk menangani debat telah berpengaruh besar dalam diri Ahmed Deedat.Beberapa minggu setelah itu, Ahmed Deedat membeli Injil pertamanya dan mulai melakukan debat dan diskusi dengan siswa-siswa misionaris. Ketika siswa misionaris tersebut mundur dalam menghadapi argumen balik Ahmed Deedat, ia secara pribadi memanggil guru teologi mereka dan bahkan pendeta-pendeta di daerah tersebut.
Keberhasilan-keberhasilan ini memacu Ahmed Deedat untuk berda'wah. Bahkan perkawinan, kelahiran anak, dan persinggahan sebentar selama tiga tahun ke Pakistan sesudah kemerdekaannya tidak mengurangi keinginannya untuk membela Islam dari penyimpangan-penyimpangan yang memperdayakan dari para misionaris Kristen.
Dengan semangat misionaris untuk menyebarkan agama Islam, Ahmed Deedat membenamkan dirinya pada sekumpulan kegiatan lebih dari tiga dekade yang akan datang. Ia memimpin kelas untuk pelajaran Injil dan memberi sejumlah kuliah. Ia mendirikan As-Salaam, sebuah institut untuk melatih para dai Islam. Ahmed Deedat, bersama-sama dengan keluarganya, hampir seorang diri mendirikan bangunan-bangunan termasuk masjid yang masih dikenal sampai saat ini.
Ahmed Deedat anggota awal dari Islamic Propagation Centre International (IPCI) dan menjadi presidennya, sebuah posisi yang dipegangnya sampai tahun 1996. Ia menerbitkan lebih dari 20 buku dan menyebarkan berjuta-juta salinan gratis. Ahmed Deedat mengirim beribu-ribu materi kuliah ke seluruh dunia dan mendebat pengabar-pengabar Injil pada debat umum. Beberapa ribu orang telah menjadi Islam sebagai hasil usahanya.
Sebagai penghargaan yang pantas untuk prestasi yang bersejarah itu, ia mendapat penghargaaan internasional dari Raja Faisal tahun 1986. Penghargaan bergengsi yang sangat berharga dalam dunia Islam.
Akhir hayat
Di sisa sembilan tahun usia hidupnya, Ahmed Deedat hanya bisa terbaring di tempat tidurnya di Verulam, Afrika Selatan. Dan akhirnya pada 8 Agustus 2005, ia meninggal di rumahnya di Trevennen Road di Verulam, provinsi KwaZulu-Natal, Durban. Ia lantas dimakamkan di pemakaman Verulam.Karya tulis
Buku The Choice: Dialog Islam-Kristen adalah buku terlaris yang ditulis oleh Ahmed Deedat. Buku ini menyebar luas dari Afrika Selatan hingga ke Eropa, Asia, Oceania, bahkan Amerika Utara dan Selatan.Dalam buku ini Deedat mengupas tuntas perbedaan antara Islam dan Kristen. Ia mengupas habis beberapa kesalahan yang ia temukan dalam Alkitab baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru..