Selasa, 07 Mei 2013


Sandaran yang Menipu
 (Member of mujahideen, Selasa 17:08:45)
                Rasa tenang dan tentram sebagai buah kebaikan yang kita kerjakan, seringkali tidakk terhindarkan. Selain hal itu memang yang kita inginkan, bukankah tidak ada yang lebih menentramkan daripada kesesuaian antara tindakan kita dengan Sang Pembuat syariat? Karena kita tahu bahwa ketentraman  selain karenanya adalah palsu. Sungguh, mampu melakukan apa yang di perintahkan, menimbulkan sensasi puas yang dahsyat!
Tapi jika tidak hati-hati, ia bisa berubah menjadi jebakan bangga diri yang tak berperi. Merasa telah menunaikan hak-hak Allah dan berbuat banyak ketaatan, untuk kemudian terlena dengannya. Dalam banyak hal, ia bahkan membawa kita kepada jumawa dan sikap meremehkan orang lain. Sehingga terkadang, kita bahkan tidak merasa bersalah ketika akibatnya bahkan membuat mereka terluka. Kita menganggap hal itu biasa, atau karena kita merasa lebih istimewa.
                Maka titik keseimbangannya adalah mewaspadakan diri akan kemungkinan kurang sempurnanya persembahan, atau bahkan tertolaknyaia karena tidak memenuhi persyaratan penerimaan. Sebuah standar sehat yang akan menimbulkan rasa takut setelah berharap, khawatir setelah tentram, atau istinghfar setelah melakukan ketaatan. Paduan hebat yang menjaga agar semuanya hadir dalam porsi seharusnya dan tidak condong ke satu sisi yang akan menghilangkan esensi kebaikannya.
                Kita harus menyadari bahwa pada apa yang terlihat baik, ada keburukan di dalamnya. Apa yang terasa menentramkan, menyimpan potensi kegelisahan. Di dalam Raja ada khauf. Dan pada jalan keselamatan, ada banyak jebakan yang menyertainya.
                Penting untuk kita pahami bahwa ia bukan untuk mebingungkan atau membuat kita berputus asa. Namun ia serupa formula keselamatan yang mebuat kita waspada dan berhati-hati, tidak mudah berpuas diri dan berhenti di sebuah titik, serta menjaga kontinuitas kebaikan yang berkesinambungan. Agar kita menyandarkan diri semua lelah dan energi yang tercurah kepada yang pantas dan bukan sandaran palsu yang menipu, sehingga menghanguskan semua simpanan dan membelokkan arah.
Sehingga dalam ketaatan yang kita lakukan, ada istighfar yang mneyertainya. Kepuasan akan persembahan yang diiringi kekhawatiran jika Allah tidak berkenan karena ternyata banyak cacat di dalamnya. Perasaan terpilih yang bersamaan dengan kerendahan hati, ketinggian tanpa merendahakn, atau tangisan dalam kesyukuran atas kesempatan beramal shalih.
                Memang tidak mudah, namun hal itulah senjata ampu agar kita mampu menemui jalan selamat yang sebenarnya. Menyandarkan diri kepada Allah dan bukan kepada amalan sebanyak apapun kita melakukannya. Karena dalam kebaikan ketaatan, bisa saja justru akhlak buruk menyertainya jika kita terlena. Maka mari kita waspada!

Ratings and Recommendations

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | Affiliate Network Reviews